Cemburu
Supra menatap langit yang mendung, dia hanya menatap ke atas lalu ke bawah melihat makam seseorang yang begitu dia sayangi. Tangannya menutupi batu nisan tersebut, supaya orang itu tidak terkena air hujan.
"Cak... Gw temenin ya sampai hujan berhenti?" Seakan yang dia ajak bicara ialah orang yang tertidur di pangkuan nya, tidak, gundukan tanah itu sudah terkena tetesan air dari langit. Cowok mata merah keemasan itu menghela napas panjang dan memeluk erat nisan tersebut sambil mengucapkan kata-kata permintaan maaf.
——
Pagi yang indah untuk mengawali keributan di rumah Ngalengka, selalu saja yang menjadi alasan betapa ramainya keluarga tersebut. Tengah Ngalengka yang berebutan untuk mandi, bungsu yang ribut mencari kaos kaki, dan yang tertua yakni Frostfire mencari blazer nya.
Bukankah hari yang indah?
"STOP TERIAK-TERIAK!!" Oke, bagi Glacier mungkin menjadi ancamannya. Dia terus mondar-mandir untuk membantu semuanya, dari yang dia bungsu mencari kaos kaki, menemukan blazer nya dan menjewer telinga dia tengah Ngalengka. Cowok mata biru kecoklatan itu menyuruh mereka untuk mandi di kamar mandi masing-masing, dan anak-anak rusuh itu akhirnya menurut.
Setelah mandi dan rapih-rapih, Sori dan Supra duduk di meja makan. Mereka berdua masih mencari keributan membuat si sulung pertama jengah.
"Stop ribut, kalian di meja makan!"
"Dia duluan!" Supra tidak terima ketika dibilang duluan oleh Sori langsung mencolek dagu kembarannya, dia tersenyum jahil membuat cowok yang berbeda 14 cm darinya itu berteriak kencang. "CAHYA RESE!!!"
"Hehehe... Aduh! Aduh! Ampun mamas!!!" Tolong beri peringatan kepada mereka berdua, Frostfire sudah lelah dengan kedua kembar tengah ini.
——
Kedua Ngalengka itu sekarang berada di depan sekretariat FKIP, mereka mencari angin segar dipagi hari. Bayangkan saja Sori yang meminta berangkat awal padahal kelas mereka berdua dimulai jam 10 pagi, mau serajin apa mereka sampai pagi-pagi buta menjaga fakultas nya sendiri?
"Kan apa gw bilang, ngaret aja lah ngaret! Jam segini kek jadi penjaga kampus bae."
"Latihan, kalo lu skripsi kan ngemper di sekitar FKIP."
"Ih? Mending stress di kamar daripada ngemper, dikira kayak gelandangan." Sori memukul lengan Supra, dia begitu kesal dengan balasan kembarannya. Sungguh kakak yang tidak bisa diajak berempati, kating-kating nya sudah merasakan di emperan lantai fakultas, dia malah memilih di kamar sambil melamun. Hei! Kalian masih semester 4.
Kembali sunyi menyerang mereka berdua, seperti biasa, para mahasiswa dan dosen mulai berdatangan satu persatu. Mereka berdua menyapa dan kembali membaca buku—hanya Sori—sedangkan Supra memainkan rambut adeknya.
Begitu menginjak di jam 8 pagi, Halilintar dan Gempa sudah datang. Mereka berdua menatap kedua kembar itu lalu menyapa mereka. Supra yang semangat dengan kedatangan Halilintar segera mengajak cowok mata merah gelap itu ke lantai atas, dia sudah menunggu teman satu prodi supaya diizinkan meminjam kelas.
Halilintar awalnya tidak mau, tetapi sudah digeret oleh Supra mau tak mau harus ke kelas. Sedangkan Gempa menatap wajah Sori yang terkesan menahan rasa cemburunya, apa anak itu benar-benar cemburu oleh kakaknya sendiri yang dekat sama Supra?
"Gem, ke kelas yuk."
Komentar
Posting Komentar