Deon dan mangga

 Taufan menatap adeknya yang tertidur lelap bersama Halilintar, dia tersenyum manis lalu mengecup kening kedua orang itu. Cowok mata biru langit itu memakai jaket nya, kakinya perlahan berjalan menuju pintu rumah. Sebenarnya Taufan bisa saja menemani Halilintar selama seminggu ini, tapi pekerjaan Halilintar akan menumpuk jika dibiarkan.


Helaan napasnya keluar, Taufan menatap wajah Halilintar lalu tersenyum kecil. "Gw pergi dulu ya, dedek Xavier."


——

Halilintar bangun dari tidurnya, dia duduk di sebelah Duri dan menatap sekeliling. Ah sial, pasti adek sulungnya sudah berangkat. Mau tidak mau Halilintar harus mencari waktu luang bersama Duri.


Kenapa tidak bersama Solar? Tolong ingatkan terakhir mereka bertemu bagaimana nasib anak itu. Hampir dihajar habis-habisan sama Taufan. Kakak yang posesif.


"Duli, banun yuk." Duri meregangkan tubuhnya, dia menduduki dirinya di ujung sofa sedangkan tangannya mengusap rambut nya yang berantakan. Cowok mata hijau gelap itu menatap Halilintar yang sudah turun dari sofa, bocah itu berlari menuju dapur lalu kembali membawa cemilan.


Duri tersenyum manis, dia mengambil cemilan dan membuka nya. Tangan kanannya menepuk di sebelahnya, menyuruh sang kakak duduk di sebelah. Halilintar kembali menaiki sofa—perjuangan karena tubuhnya mungil— dan duduk rapih menunggu cemilannya di tengah.


Duri menyalakan TV, mereka berdua menonton film sambil memakan cemilan. Yang mereka tonton itu kartun anak-anak, masih aman untuk dilihat Halilintar. Padahal versi remaja nya, Halilintar lebih suka nonton film action daripada kartun anak-anak. Ya... Kau sedang jadi bocah, mana bisa nonton tembak-tembakan.


"Bang..." Duri berdehem, dia masih fokus dengan film nya. Halilintar memegang tangan Duri lalu mengayunkan tangan cowok itu. "Mam mangga... Yayayaya...."


"Tumben? Padahal kemarin abang Upan beliin kamu strawberry, Lin."


"Bosen stlawbelly telus, mau yan lain." Duri hanya bisa menghela napas panjang dan berdoa semoga kakaknya tidak banyak ulah, karena kalau banyak ulah, bisa-bisa Taufan dan Gempa menghajarnya habis-habisan. Tidak, Duri tidak mau nasibnya seperti Solar yang hampir di hajar habis-habisan oleh Taufan.


——

"Dek? Yang bener aja?" Halilintar tersenyum lebar, dia sudah bahagia melihat pohon mangga terdekat. Iya, mereka berdua jalan sampai ke taman, dan menemukan pohon mangga itu suatu anugerah bagi Halilintar sendiri. Duri tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat kakaknya tersenyum seperti itu, ada pesan tersirat dari senyumannya.


Astaga, manjat?


"Aku mau manjat!"


"NO!!! KAMU GAK BOLEH NAIK KE SITU!!" Halilintar berdecih, apa banget? Dia mau mangga >:(.


"Tapi aku mau mam mangga!!"


"Iya, abang ambil tapi kamu diam dulu." Duri menghela napas panjang, dia menatap pohon mangga lalu menelan ludah nya. Cowok mata hijau gelap itu sudah lupa cara memanjat pohon, terakhir dia mencoba itu waktu SD kelas 5 dan berakhir jatuh. Dia benar-benar trauma sama yang namanya manjat pohon, tapi ini permintaan kakaknya masa tidak dituruti? Pusing kepala Duri.


"Oke, aku manjat—XAVIER HALILINTAR! KOK UDAH DIATAS?!" Halilintar melet ke bawah, dia tersenyum puas dan mengambil beberapa mangga. Duri menatap Halilintar dengan panik, dia langsung manjat pohon dan membawa bocah itu turun dari pohon mangga. Oke, ingatkan Duri untuk jangan membiarkan Halilintar memanjat pohon.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berubah

Taufan

Kembali