Sidang
Supra dan Taufan berdecak sebel melihat kedua pasangan itu berjalan santai menuju tempat makan, mereka berdua akhirnya buntutin di tempat makan yang berbeda. Bisa berabe kalau ketahuan di satu tempat.
Cewek mata merah keemasan dan cowok mata biru langit itu akhirnya makan bakso disebelah stand HokBen, mereka berdua masih melihat Sori dan Gempa yang makan di stand HokBen. Cewek mata mint itu memakan makanannya, matanya terus menatap Gempa yang begitu tenang makan.
"Gem, pipi mu..."
"Hmm? Ada apa, Sori?" Sori mengambil tissue lalu mengelap pipi kanan Gempa, yang terbakar amarah malah Supra yang meremat gelas plastik nya. Untung minumannya sudah habis, jadi bisa aman kalau remat-remat gelasnya.
"Makasih... Sori..."
"Sama-sama~." Senyuman manis Sori mengembang membuat Supra harus menahan amarahnya, Taufan menatap takut Supra, dia memberikan bakso milik cewek mata merah keemasan itu supaya tidak mengucapkan kata-kata keramat. "Sup, makan dulu."
"Hah? Iya makasih." Mereka berdua akhirnya makan dan Supra tetap mencuri-curi pandang ke arah Gempa dan Sori, setelah makan, kedua pasangan itu kembali mengikuti GemSor menuju area toko buku. Yup, Supra tau kalau Sori itu suka baca buku, tapi kenapa date nya selalu di toko buku?!
"Sup! Tunggu! Lu mau ketauan?" Taufan memegang tangan Supra, dia memukul kepala temannya lalu menggeret Supra menjauh dari toko buku. Sayangnya aksi kesandung berhasil membuat keduanya terdiam, Taufan hampir saja mencium Supra dan Supra menahan tubuh Taufan.
Ah sial, semoga saja tidak ada yang melihatnya—.
"HEH! KALAU MAU CIUMAN TUH TAU TEMPAT! BUKAN DI MALL, MALU-MALUIN AJA JADI REMAJA!"
"Ya?! SAYA SAMA CEWEK SAYA CUMA KESANDUNG?! BUKAN CIUMAN?!"
——
Frostfire menghela napas panjang, dia baru saja selesai membereskan dapur cafe. Cowok mata biru merah itu melepaskan Appron miliknya lalu menaruh di gantungan bersama peralatan lainnya, setelah itu keluar dari ruangan dan menuju meja cafe.
"Sudah rapih? Terimakasih ya, Vella." Cewek itu tersenyum manis lalu izin pulang terlebih dahulu, Frostfire hanya mengangguk lalu membuka hp. Dia melihat pesan dari Glacier yang memperlihatkan foto Supra dan Taufan yang tersandung seperti mencium?
Oh? Ada Sori dan Gempa yang melihat adegan itu dan mereka berdua juga... Mojok?
"Astaghfirullah..." Segera saja Frostfire menghubungi Glacier, hanya dalam 5 menit, cowok mata biru kecoklatan itu mengangkat telpon kakaknya dan siap mendengarkan ucapan sang kakak.
"Hallo mas, kenapa telpon?"
"Bilang sama San dan Wicak, gw gak mau dengar gosip beredar dan langsung pada pulang!" Frostfire mematikan telpon nya dan berjalan menuju motornya, tangannya memutar pedal gas yang melaju menembus jalanan. Pikirannya benar-benar tidak tenang, ada apa dengan adek-adek nya? Apa mereka benar-benar mulai menyukai temannya sendiri?
——
Supra dan Sori sudah sampai di rumah, mereka berdua benar-benar berantakan setelah berantem dengan orang-orang di mall. Tambahan juga Gempa dan Taufan membantu mereka berdua, otomatis keempatnya seperti melakukan hal-hal yang tidak patut ditiru.
Kedua cewek itu masuk ke dalam rumah, mereka disambut dengan tatapan tajam dari Frostfire dan tatapan horor dari Glacier, Gentar dan Sopan. Tidak mungkin mereka berempat melihat foto yang tadi kan?
"Duduk, gw mau bicara." Supra awalnya kebingungan, biasanya mamasnya gak akan marah atau paling pentok nanya pelan-pelan sih. Tapi kalau udah begini? Apa yang terjadi?
"San, duduk." Cewek mata merah keemasan itu duduk disebelah Gentar lalu melirik adeknya yang sudah berubah menjadi siluman kucing, dan... Kupingnya berwarna hitam memberikan radar terkejut juga seperti Supra.
Baru saja cewek itu membuka mulut, tiba-tiba dia mingkem ketika mendengar suara berat dari si sulung Ngalengka. Jelas Frostfire menghela napas panjang lalu menatap tajam kelima adeknya, tangannya memijat kening pertanda sudah lelah dengan semua kelakuan adek-adek nya.
"Sehari bisa gak jangan aneh-aneh? Gw udah capek banget sama kalian, ada gitu tingkahnya sehari gak melakukan hal-hal yang aneh?! Astaghfirullah..."
"San dan Wicak, lu berdua kalau jalan nyadar! Bisa gak usah cari konflik?! Lu ngapain ciuman?! Terus juga ngapain pojok-pojok an berdua? Dikira gw gak tau apa kejadian tadi!"
"Angga dan Juna, ngapain berubah jadi kucing garong?! Gw tanya?! Abang lu udah tau asma ngapain berubah begini, hah?! Ngapain?!"
"Terus juga si Acil, kenapa kaki lu terkilir gitu? Habis main bola atau gimana, hah?! Astaghfirullah astaghfirullah... Bisa jangan ngulah sekali aja... Gw capek, gw juga mau istirahat. Sehari gak bikin ulah apa kalian gatel?! Iya gitu?! Enggak kan?!" Mereka berlima menggelengkan kepalanya, masih menunduk karena takut mendengarkan ucapan sang mamas.
"Lu pada anteng sehari aja... Sehari... Gw senang banget anjir rumah rame sama kalian, tapi kalau udah berhubungan sama hal yang gak bagus apalagi berubah begini? Capek banget gw sama kelakuan kalian...." Frostfire berdiri dari kursi lalu jalan menuju ke dalam kamar, dia membanting pintu kamar membuat kelima saudaranya terkejut. Glacier memegang kakinya, dia merasa kesakitan namun harus ditahan karena saat ini kondisinya tidak memungkinkan untuk marah juga.
"Bang... Maaf..." Glacier menatap Supra yang terus menunduk, cowok mata biru kecoklatan itu mengusap rambut adeknya lalu tersenyum kecil. Tangan kanannya menepuk pelan pipi Supra, supaya sang adek tidak menangis.
"Udah ya, coba jelasin dulu ke gw, kenapa kalian berempat bisa kena omel mamas? Gw nanti cerita ke mamas." Supra, Sori, Gentar dan Sopan menatap terharu Glacier sampai Sopan tidak menyadari jika ekornya bergoyang hampir mengenai hidung Glacier. Sontak ketiganya panik dan dua tengah Ngalengka menjauhkan Glacier dari hadapan dua bontot Ngalengka.
"JANGAN DEKETIN ABANG DULU!!! DIA PUNYA ASMA, BEGO!!!"
"JANGAN BIKIN ABANG KESAYANGAN KITA SAKIT LAGI, KOCAK!"
"YAUDAH SIH, AKU MINTA MAAF, BANG ACIL!!!"
——
"Ibuk.... Maafin San..." Suara itu kembali menggema, Supra kecil hanya bisa menahan sakitnya ketika dilempari botol kaca oleh sang ibuk. Bocah mata merah keemasan itu hanya bisa menangis sambil memeluk tubuhnya, dia benar-benar tidak kuat dengan rasa sakit yang dideritanya terlebih dua kakak nya yang sudah pingsan didepan matanya.
"KALIAN PEMBAWA SIAL! KENAPA AYAH KALIAN MEMAKSA SAYA MENIKAH DENGANNYA?! KENAPA?!" Cambukan yang dipegang wanita itu kembali melayang mengenai punggung Supra.
"Hah.... Hah.... Hah...." Supra terbangun, tangan lentiknya mengusap air matanya lalu menatap jam kamarnya. Jam 2 pagi, dan lagi-lagi mimpi buruk itu selalu menghantui pikiran nya. Cewek mata merah keemasan itu menghela napas berat, tangannya mengusap rambut panjangnya lalu keluar dari kamar untuk menenangkan pikirannya sejenak.
Kakinya melangkah ke loteng, dimana biasanya menjadi tempat beristirahat sejenak bagi para Ngalengka. Supra pun demikian, dia menatap langit malam sambil meminum es kopi yang baru saja dia buat. Helaan napas nya keluar, matanya menerawang berharap ada sesuatu yang selalu dia nantikan.
"Kapan ibuk mau maafin mamas? Apa salah mamas sampai semuanya kena imbasnya?" Supra memegang dadanya, dia benar-benar sesak mengingat semua masa lalu. Meskipun berusaha melupakan, tetap saja, Supra mengingatnya bahkan ibuk nya terus berteriak menyesal melahirkan mereka bertiga.
Bibir bawah dia gigit, menahan tangisannya supaya tidak terdengar oleh orang-orang. Sayangnya ada yang mengelus kepalanya dari belakang membuat cewek mata merah keemasan itu menoleh dan tak dapat menahan air mata.
"Kenapa bangun? Mimpi buruk lagi?"
"Mamas... Maaf..." Frostfire menghela napas panjang, dia sudah menebak jika Supra bermimpi itu lagi. Bukan salah anak itu, salahnya yang terlalu lemah dulu untuk melindungi Supra dan Glacier. Cowok mata biru merah itu tersenyum kecil, tangan kanannya menepuk pelan pipi Supra.
"Jangan diam, gw siap dengerin lu. Maafin gw yang tadi tiba-tiba marah, tapi gw gak suka adek gw diapa-apain sama orang lain. Lu cuma jadi cewek selama tiga bulan, itu aja udah bikin gw takut kalau lu kenapa-kenapa sama Wicak."
"Mas..." Frostfire berdeham, dia menatap Supra yang masih menangis menahan suara nya. "Ada apa? Kok malah nangis?"
"Gw... Pembawa sial ya?" Frostfire menggelengkan kepalanya, dia mengusap air mata adeknya lalu tersenyum manis. "Enggak, siapa yang bilang lu pembawa sial? Justru gw yang bikin kalian renggang sama ibuk dan ayah."
"Mamas jangan ngomong begitu... Hiks... Ntar makin nangis.... Gw..."
"Jangan mewek kocak, lu kalo mewek, jelek banget." Supra menaruh gelas nya di meja loteng, dia memeluk erat tubuh Frostfire dan menenggelamkan wajahnya di pundak sang kakak. Cewek mata merah keemasan itu menangis di dalam pelukan Frostfire, sementara cowok mata biru merah itu membiarkan adeknya menangis, mengeluarkan semua luapan emosinya.
Dia tahu betul, dia sangat yakin jika selama ini Supra menahan diri untuk tidak bercerita tentang mimpi buruknya. Frostfire yakin bahwa adeknya ini menutupi semuanya dengan kelakuan anehnya yang selama ini selalu menguras tenaga seisi rumah, dia tidak mempermasalahkan hal itu, lebih takut jika adek keduanya ini melakukan hal-hal yang membahayakan diri atau depresi.
——
Sori terbangun, dia menatap jam yang telah menunjukkan jam 7 pagi. Segera saja cewek mata mint itu keluar dari kamar untuk mandi, hari Jumat ini harus banyak kegiatan daripada biasanya. Jangan ditanya, dia juga tidak tau kenapa akhir-akhir ini BEM selalu mendekati nya saat dia masih normal (dalam wujud cowok).
Aneh, apa dia akan menjadi BEM nantinya?
"Selamat pagi wahai kembaran ku~." Langkah kaki Sori terhenti, dia menatap wajah Supra yang kelelahan—bukan wajahnya! Tapi matanya yang membengkak. Ada apa dengan kembarannya?
"Lu kenapa? Kok bengkak gitu?" Supra terdiam, dia meraba matanya lalu menggelengkan kepalanya. "Apanya yang bengkak? Gw dikencingi kecoa jangan-jangan?!"
"Mampus! Makanya kalau kamar tuh diberesin, bukan kemproh! Cewek kok kemproh banget!" Frostfire keluar dari kamarnya dengan pakaian yang rapih, cowok mata biru merah itu menepuk kepala kedua adeknya lalu keluar dari rumah dengan mobil kesayangannya. Supra dan Sori saling tatap, mereka sebenarnya curiga dengan kakaknya tapi yasudahlah.
Sori ingin bertanya lagi, namun Supra menepuk kepala Sori lalu tersenyum manis. Cewek mata merah keemasan itu gak mau kembarannya tau, cukup sekali Sori tau dan mengancam ibuk serta ayah yang membuat dirinya diteror oleh orang-orang suruhan ibuk. Jangan lagi!
"Gak ada Wicak, kita ke kampus, yuk!" Seakan mereka bisa bertukar pikiran, Supra menggandeng tangan Sori menuju motornya. Biarkan saja Sori menyimpan pertanyaan, yang terpenting cewek mata mint itu tidak mengetahui mimpinya lagi.
Komentar
Posting Komentar