curhat

Halilintar sudah sampai di depan FKIP, mengingat hari ini dia akan pergi bersama para anggota HIMA menuju universitas sebelah untuk kunjungan studi banding. Cowok mata merah gelap itu mengusap rambutnya, dia menghela napas panjang, lelah menunggu para BPH dan angmud (anggota muda) yang belum juga datang.

Jangan tanya, semuanya pada ngaret, iya Halilintar tau betul kelakuan teman-temannya termasuk Lyann.

"Pe!!" Halilintar menoleh ke belakang, dia menghela napas panjang lalu menjitak kepala cewek itu. "Datang-datang sopan banget pa pe pa pe."

"Lemot lu, lagian udah gw chat malah gak balas."

"Ya maaf, betewe yang lain mana?" Lyann menaikkan bahunya tanda tidak tau, cewek itu duduk disebelah Halilintar lalu menatap cowok mata merah gelap itu. Tatapan Halilintar terasa bagi Lyann, kosong dan hampa, sepertinya urusan dia dengan Supra tidak akan selesai jika tidak ada penengahnya.

"Janji katanya mau cerita."

"Hm? Nanti aja, kita kan mau studi banding. Lu naik motor sendiri atau gimana?"

"Motor gw di bengkel, nah, lu sama siapa?" Halilintar menghela napas lagi, dan ya... Anak itu benar-benar bingung harus menceritakan ke teman rasa ibu ini, nanti kalau dia cerita duluan pasti ada aja kendala yang muncul. Yasudahlah, setidaknya dia ingin bercerita ke temannya itu.

Para BPH dan angmud sudah datang, mereka semua bersiap-siap menuju universitas tempat dimana mereka akan datang sebagai tamu undangan. Halilintar menyalakan motornya lalu menyuruh Lyann naik ke jok penumpang, segera saja dia menancapkan gas menuju kampus sebelah.

Selama diperjalanan, Halilintar bengong. Untung saja dia masih sadar dikit, kalau tidak, hampir saja mereka berdua tabrakan. Halilintar masuk ke dalam universitas dan melihat kendaraan yang lalu lalang. Lebih padat dari kampusnya, Halilintar mengakui itu. Cowok mata merah gelap itu bersalaman dengan anak HIMA TI dan mereka berdua saling ngobrol sembari menunggu BPH yang lain.

Halilintar seperti biasa, menjaga wibawanya dengan sangat baik. Tetapi tidak dengan sorot matanya jika bertatapan langsung dengan Lyann, cewek itu selalu tau apa yang ada di benak nya.

"Lyn? Jangan disitu, nanti jatoh." Halilintar menoleh ke arah para BPH cewek, dia terkekeh kecil melihat teman-temannya yang udah ngomongin soal mokel. Mengingat mokel... Dia jadi kangen sama dua imut kesayangan nya itu...

"Ayo mokel, ayo mokel."

"Mumpung gak sih, sebelahnya HokBen? Ya gak bendum?"

"Gak gak gak, udah anjir, ayo masuk." Fang udah capek banget dengerin para bocah-bocah random ngomongin soal makanan, langsung saja dia berjalan bersama yang lain menuju ke dalam kampus. Luas.... Benar-benar luas dan lautan manusia yang menunggu lift.

Jika dihitung, ada 5 lift yang dilantai dasar. Pojok kanan ada 2 lift, dan pojok kiri ada 3 lift. BPH cowok dan angmud cowok mengikuti Fang yang berdiri di bagian pojok kanan, sedangkan yang BPH cewek dan angmud cewek di pojok kiri. Tepat lift sudah sampai, yang cewek dadah-dadah duluan menuju lantai 10.

Sedangkan BPH cowok dan angmud cowok? Jangan ditanya, mereka udah nunggu selama 20 menit, dan lift selalu penuh. Fang dan Halilintar saling lirik, mereka berdua menatap tangga yang menjadi satu-satunya alternatif lain menuju lantai 10.

"Lu gila? Yang bener aja, tum."

"Gw juga maunya naik lift, tapi kalau kek gini, mau gimana lagi?"

"Gak gak gak, ini bukan FKIP yang gedungnya cuma lima lantai. Ini sepuluh, lu mau marathon lari?" Fang menghela napas panjang, dia tetap menggeret Halilintar yang berujung cowok mata merah gelap itu berteriak meminta tolong kepada teman-temannya.

Dramatis... Namanya juga Xavier Halilintar Suwanda, apa yang gak dramatis selain hubungannya dengan saudara-saudara nya? Ups...

——
"Turun berapa kilo, pak?" Fang berdecih sedangkan Halilintar masih mengatur napas, mereka berdua menggelengkan kepalanya lalu berjalan menuju meja resepsionis. Lyann yang memegang kandidat ketua bidang Kominfo langsung memfoto semua kegiatan, dia bagian ketawa aja pas liat mereka berdua sampai.

"Nanti duduknya yang ketua sama wakilnya di bagian sana ya." Fang dan Halilintar mengangguk, mereka berdua akhirnya duduk di tempat yang sudah diberi tau. Cowok rambut ungu itu menyuruh Kemahasiswaan mengecek lagi bagian ppt nya, Halilintar mengangguk lalu kembali mengecek. Ya... Sepertinya memang sudah beres, kecuali bagian insidental yang mungkin tidak jadi karena ngebut pembukuan.

Selama acara berlangsung, Halilintar memfoto beberapa kegiatan—mengingat Lyann dan sekbidnya yang sudah bantu foto juga dari hp mereka masing-masing— lalu kembali ke bangku nya dan persiapan untuk menjelaskan semua isi ppt.

Jujur saja... Dia lebih suka Supra yang jelasin ini, karena Supra lebih paham daripada dirinya. Astaga... Keinget lagi kata-katanya waktu itu bikin semuanya menjadi renggang.

"Lin, jelasin." Halilintar mengedipkan matanya, dia mulai menjelaskan semua tupoksi dan proker apa saja yang sudah dilakukan oleh Kemahasiswaan. Cowok mata merah gelap itu siap, dia siap ditanya aneh-aneh sama pihak HIMA TI alias si tuan rumah.

Setelah perkenalan bidang dan sesi tanya jawab, masuklah proker kolaborasi. Halilintar paling banyak tanya, bukan sembarang tanya, dia juga ingin memastikan jika betulan jadi kolaborasi maka mereka semua akan setuju. Masalahnya... Jejak jadi Demis sebentar lagi, dan kalau Supra baru tau ya sama aja bohong ke anaknya kalau habis kunjungan.

Setelah perdebatan tentang kolaborasi dan selesai masa jabatan para BPH angkatan 23, akhirnya sesi foto bareng dan campus tour. Mereka semua keluar dari ruang auditorium lalu Halilintar menggeret Lyann. Cewek itu awalnya misuh-misuh, sejenak dia teringat jika cowok mata merah gelap itu mau curhat.

"Oh iya, lu jadi curhat apa?" Halilintar menghela napas panjang, dia mulai curhat ke Lyann sambil jalan menatap beberapa kelas. Lyann menganggukkan kepalanya dan mendengarkan curhatan Halilintar, sampai saat cowok mata merah gelap itu bilang akan meminta maaf kepada saudara-saudara nya dan mengenai hubungan renggang antara dia dan dua keluarga membuat dirinya tersenyum. Bukan, itu bukan senyuman yang biasanya dia kasih ke teman-temannya, melainkan senyum karir alias capek dengerin curhatan Halilintar yang... Benar-benar diluar nalar.

"Lyn? Gw beneran salah ya di situ?"

"Pake tanya..." Cewek itu berhenti ketika semua rombongan berhenti di depan auditorium universitas, begitu masuk, Lyann mengeluarkan lakban dan menutup mulut Halilintar pakai lakban bikin salah satu mahasiswa di sana kebingungan.

"Eh? Itu teman kamu mau diapain—."

"GW SURUH LU LONCAT DARI SINI, ENAK KEKNYA! JANGAN BIKIN KESABARAN GW MELEDAK, XAVIER!!!"

——
Setelah kejadian itu, Halilintar beneran memisahkan diri dari Lyann. Dia takut jika Lyann akan mengejarnya dan menyekap dirinya, bilang saja jika Lyann itu cewek serem, Lin...

"Foto gih, mumpung di perpustakaan. Luas pula." Lyann menyipitkan matanya, dia memukul lengan Halilintar lalu pergi menuju teman-teman nya. Cowok mata merah gelap itu mengusap lengannya, sakit juga, dipukul cewek aja udah kesakitan apalagi digebuk alias dikeroyok massa sama keluarganya.

Halilintar ikut berkeliling bersama salah satu anak HIMA TI dan mereka ngobrol banyak mengenai beberapa proker di bidang masing-masing, Halilintar jadi banyak tau jika keduanya berbeda dalam penyebutan bidang dan mengira jika salah satunya ada sekretaris bidang ataupun wakil bidang. Karena ya... HIMA nya aja sedikit, paling banyak itu 11 orang dan itupun inti. Gak kayak mereka yang banyak, jelas kagetnya terasa.

"Jadi lu sering bikin pembukuan juga untuk proker nanti nya?"

"Iya, karena juga bagian kemahasiswaan itu pasti ada panitia pelaksana nya. Gw ngurus bagian administrasi jadi bagian surat dan bagian proposal itu kerjaan gw."

"Kalau urusan hak suara gitu juga lu?"

"Yap betul, suara mahasiswa aktif di FKIP selalu kita dengarkan dan akan dimusyawarahkan bersama. Biasanya yang banyak dengerin itu Kabid gw, tapi karena dia di rumah sakit, gw yang bertanggungjawab untuk kerjaannya dulu." Halilintar memang berhasil membuat tampang wibawa nya, oh jangan salah, latihan begini untuk mengurus kasir di toko adalah ahlinya. Makanya kenapa dia berhasil membuat dirinya seperti orang yang terkesan tegas dan bertanggungjawab. Dia yakin, kalau Supra yang denger ini pasti bakalan ketawa dan ngatain 'minimal gak judes banget kalau jawab, takut nanti gak dapat cewek.'

"Mari bang, kita keluar perpustakaan. Saatnya ke taman sekalian bikin konten." Halilintar mengangguk, dia dan temannya berjalan menuju keluar gedung dan kembali menaiki lift. Ya pasti penuh lagi, dan akhirnya mau gak mau Halilintar memilih jalan satu-satunya, tangga.

Butuh waktu selama 10 menit, ditambah macet dari gerbang universitas yang harus dia lewati menuju taman yang menghabiskan waktu selama 15 menit, akhirnya sampai juga. Mereka semua foto bersama dan ngobrol sejenak mengenai mata kuliah. Setelah itu, Halilintar dan para cowok yang lain mengambil motor, cewek-cewek menunggu cowok-cowok dan naik ke tumpangan masing-masing.

Lyann pasti bersama Halilintar, dan mereka berdua kembali membahas curhatan Halilintar lagi. Halilintar melanjutkan ceritanya di motor sambil mengendarai, sesekali Lyann teriak menanggapi cerita Halilintar tak lupa mengatai temannya.

"Tolol nya gak usah ketara, udah lu berantem sama dua adek lu, terus berantem sama anak tengah, tambah lagi sama anak bungsu. Emang pantes aja adek-adek lu pada kabur."

"Ya tapi kan kaburnya gak tau kemana?!"

"Cari lah, ogeb! Lu jangan bikin puasa gw jadi batal gegara kedongoan lu itu, Xavier Halilintar! Lu kakak, lu punya kandidat buat ngatur emosi dan pikirin adek-adek lu nanti gimana." Lyann menghela napas panjang, dia tidak bisa menghakimi temannya. Siapa dia? Hanya orang luar yang cuma jadi tempat cerita Halilintar untuk berkeluh kesah saja, lagipula emang dia kesal sekali dengan temannya ini. Ingin melanjutkan makian tetapi ingat lagi puasa.

"Gw bakal cari mereka berempat..."

"Hah?"

"NOH SURAT LPJ URUS DULU! BENTAR LAGI MUBES JANGAN NANGIS DULUAN!" Sekali lagi, Halilintar mendapatkan pukulan keras dari Lyann yang bikin mereka berdua menjadi pusat perhatian di jalan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berubah

Taufan

Kembali