hancur
Supra memberhentikan langkahnya, dia benar-benar kecapekan berlari terus-menerus. Matanya menatap langit malam yang semakin larut, sebentar lagi waktu pagi akan tiba dan pasti mereka akan mencari dirinya lagi. Cewek mata merah keemasan itu duduk di bangku taman, dia mengusap rambutnya lalu kembali membaca chat dari Halilintar.
Oh... Dia ternyata se nakal itu sama mamas nya ya? Se ngeselin itu sama mamas nya ya? Tawanya keluar meski kecil, hatinya benar-benar sakit membaca chat.
"Bisa gak sih sehari aja gak banyak ulah?!" Kalimat yang selalu Frostfire lontarkan kepada dirinya ternyata memang benar, dia benar-benar membuat kakak pertamanya semakin membawa beban seperti dirinya. Ah... Ingin rasanya mesin waktu berputar dan mengajak dirinya yang masih kecil untuk bunuh diri bersama.
Supra capek... Supra juga ingin seperti Sori, ingin dilihat juga tetapi sepertinya tidak bisa. Tidak akan bisa...
"Gw lebih milih punya adek kayak Wicak aja daripada punya adek kek lu, ngerepotin aja kerjaannya."
"Kalau Wicak punya kalian... San punya siapa? Oh iya lupa... San gak punya siapa-siapa..." Supra menarik napas nya, dia menatap jalanan yang sepi. Otaknya berpikiran sesuatu, tidak ada salahnya mencoba berdiri di tengah jalan kan?
——
Bughh
Pukulan keras dari Sori membuat Halilintar hampir terjatuh, mata merah gelap itu menatap tajam si cewek mata mint itu. "Gw bilang apa yang sebenarnya terjadi kan? Kembaran lu ngerepotin banget."
"DARIPADA GAK TAU APA-APA, MENDING DIAM! KALAU CAHYA GAK ADA, GW JUGA GAK ADA, SETAN!" Sori kembali meninju wajah Halilintar, Gempa menarik tubuh Sori lalu menenangkan cewek itu. "Sori... Tenang... Kalau kayak gini malahan Supra gak akan tau dimana."
"Kakak lu dulu noh diurus! Jaga ketikan sama ucapannya! Pantas gak orang gak dikenal tiba-tiba bilang ke kakak gw kalau kakak gw cuma ngerepotin?! Pantas gak?!" Sori melepaskan tangan Gempa darinya, dia membenahi jaketnya lalu tertawa kecil. Halilintar yang terpancing emosi langsung membalas tinjunya tepat mengenai wajah Sori, mereka berdua akhirnya berantem sampai Frostfire memisahkan keduanya.
"BISA JANGAN PAKE KEKERASAN?! KITA LAGI DILUAR DAN LAGI NYARI SAN! MALU SAMA ORANG-ORANG!"
"DIA DULUAN BILANG CAHYA NGEREPOTIN—."
"Gw jujur, kalau kakak lu gak ngerepotin juga gak bakalan ilang gini." Frosfire ingin sekali meninju wajah Halilintar, tetapi Blaze lebih dulu meninju wajah kakaknya dan menarik kerah Halilintar. Halilintar merasa sesak, tetapi matanya tak bisa lepas dari mata milik adek keempatnya, dia benar-benar benci Supra dibela banyak orang. Seharusnya Sori lebih beruntung tidak mendapatkan saudara seperti Supra, bukan membela orang aneh itu.
"JAGA UCAPAN LU! KITA CUMA ORANG ASING, BUKAN KELURGANYA!"
"DAN SATU LAGI, GW TAU LU SEBENARNYA SUKA DIA, TAPI MIKIR SAMPAI KEDEPANNYA, BANGSAT! DIA COWOK, BUKAN CEWEK!" Blaze mengepalkan tangannya, lagi-lagi kembali meninju wajah Halilintar dan membantig tubuh kakak pertamanya. Taufan melerai Blaze, menahan amarah adeknya tetapi membiarkan Blaze berteriak di taman. "LU KENAPA SUSAH BANGET MIKIR BENTAR SELAIN NGURUS KERJAAN DAN ORGANISASI?! HARUS BANGET GW SAMA ADEK-ADEK YANG LAIN PERGI BARU LU NYESAL NGOMONG BEGITU KE ORANG?!"
"EH ANAK ANJING! KALAU MAU BERANTEM JANGAN DI DEPAN GW. KALAU KALIAN GAK BISA BANTU MENDING BALIK!" Frostfire menghela napas panjang, dia menatap Sori yang sudah pergi entah kemana. Segera saja dia menyusul adek keempatnya dan meninggalkan keempat saudara Suwanda di taman. Malam hari begitu gelap dan udara begitu menusuk, tetapi bagi Halilintar dan Gempa, mereka berdua merasa udara begitu sesak. Gempa menarik kerah baju Blaze, dia menatap tajam wajah adeknya lalu terkekeh kecil.
"Gara-gara lu, semua renggang kan? Senang kan lu? GW TANYA!!"
"Kalian yang mulai duluan, bukan gw atau yang lain."
"SEMUANYA GARA-GARA LU SAMA TIGA ADEK LU! KALAU MAU BANTU HARUSNYA GAK NYARI KERIBUTAN DULUAN!" Blaze terkekeh, dia melirik Taufan yang ternyata masih mau membantunya, seharusnya kakak keduanya itu membantu kedua kembarannya. Apa tanggungjawab sebagai kakak sekaligus ayah masih ada? Jika iya, dia benar-benar merasa miris dengan kakak pertamanya yang gagal memerankan semuanya.
"Bang..."
"Gw yang hadapi Gem sama Hali, lu pulang aja gapapa."
"Gak... Gw mau bantu—."
"LU GAK BERGUNA!" Taufan dan Blaze tersentak, mereka berdua menatap Halilintar yang siap memukul wajah Blaze, segera saja Taufan menghadang Halilintar dan menatap Blaze untuk membantu Frostfire. Blaze mengangguk lalu pergi meninggalkan ketiga sulung Suwanda. Taufan menatap tajam kedua kembarannya lalu menghela napas panjang, dia benar-benar tidak habis pikir dengan keduanya.
"Ngapain lepasin dia?!"
"Cari Supra di sana aja, kalau lu gak mau bantu, mending pulang." Taufan berjalan cepat meninggalkan mereka berdua, Gempa terdiam cukup lama lalu ikut bersama Taufan. Sedangkan Halilintar hanya diam, dia tidak ikut bersama kedua kembarannya. Entah kenapa rasa bersalahnya keluar, tetapi ego masih terlalu mengikutinya.
Hanya ada satu jalan, kembali pulang dan menenangkan pikiran.
——
Sori berhenti sejenak, dia mengatur napas nya lalu kembali menyusuri jalan. Lagi-lagi tidak dapat petunjuk mengenai Supra, padahal hp anak itu online. Sepertinya Supra dikejar lagi, semoga saja anak itu tidak kenapa-kenapa.
"CAHYA!!! CAHYA, LU DIMANA?" Sori membenahi rambutnya, dia benar-benar takut jika Supra kembali ditangkap. Mata mint nya menangkap sosok cewek yang berjalan sempoyongan, baju yang berantakan serta rambut yang acak-acakan. Sori tau, dia tau siapa itu
"CAHYA!!" Supra berhenti sejenak, dia menatap Sori yang melambaikan tangannya. Senyuman Supra mengembang, segera saja dia menghampiri kembaran nya. Baru saja beberapa langkah, dia teringat lagi tentang chat Halilintar. Menyusahkan... Untuk apa kembali lagi?
Supra memundurkan langkahnya, dia menatap takut Sori. Sori yang lihat itu kebingungan, dia menghampiri Supra yang sayangnya penerangan dari sebelah kanannya begitu silau. Supra menatap mobil yang melaju kencang bersiap menghantam tubuh Sori segera saja berlari menuju Sori dan mendorong kembaran nya menjauh dari sana, tepat setelah mendorong Sori, tubuhnya tertabrak dengan hantaman yang kencang.
Cewek mata minta itu meringis, dia berusaha bangun dan matanya membulat sempurna melihat tubuh Supra yang tergeletak di tengah jalan. Sori berteriak memanggil nama Supra, berharap kembarannya masih sadar.
Supra sendiri merasakan kepalanya pusing, tangan kanannya meraba telinga kirinya. Berdarah, bahkan mulutnya juga dan yang paling parah kemungkinan bagian tulang rusuk dan kepala bagian belakang. Senyumannya terbit, ini bukan senyuman manisnya yang selalu dia tunjukkan kepada orang-orang, melainkan senyuman menahan sakit.
"MATI SAJA KAMU, ANAK SIALAN!"
"Ayo... San... Capek..."
"Sekali lu gak ngerepotin itu bisa gak?!"
"Maaf... San... Janji..."
"Lu kalau gak becus jadi ketua bidang, mending gak usah sok iye ngejalanin proker yang bener! Gw lagi yang kena omel sama Bidor!"
"Maaf... Hali..." Matanya terasa berat, dia berusaha untuk membuka namun rasa pusingnya menyerang terus-menerus. Sori berusaha menghampiri Supra dan membangunkan Supra, dia meneriaki nama Supra, tetapi cewek itu hanya terdiam. Frostfire, Blaze, dan Taufan yang baru sampai melihat Supra tergeletak di tengah jalan langsung menghubungi ambulance.
"CAHYA BANGUN, GAK LUCU ANJIR, LU NGAPAIN SIH PURA-PURA PINGSAN?" Sori menangis di tubuh Supra, cewek mata mint itu benar-benar ketakutan. Matanya menatap ke arah jalanan, ambulance sudah datang. Segara saja Supra dibawa bersama Frostfire dan Sori, cowok mata biru merah itu memegang tangan kanan Supra, berharap jika Supra bangun dan kembali tersenyum lagi.
"San... Ayo bangun... Janji sama gw kan waktu itu mau bareng jagain adek-adek?"
"Saneira... San janji kan mau bantuin mamas? San janji kan mau temenin mamas dan abang buat jagain adek-adek? San... Ayo bangun San..." Frostfire menatap wajah Supra, dia menggenggam erat tangan Supra. Matanya terpejam, berdoa untuk keselamatan adeknya.
——
Halilintar menatap tajam Solar dan Duri, dia berdiri didepan pintu rumah. Duri menatap heran kakak pertamanya, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa wajah Halilintar banyak lebam?
"Kak—."
"Gw mau istirahat." Halilintar masuk ke dalam rumah, dia terhenti didepan pintu kamar nya lalu menatap kedua adeknya. "Gara-gara lu berempat, gw yang disalahin."
"Kak? Maksudnya apa?"
"Kalau emang gak bisa bantu, mending diam aja. Dan juga, bilangin sama si Blaze, gak usah belagu jadi bocah. Lu berempat udah diurus sama gw dan yang lain, kenapa pada berani lawan?!"
"Kita gak berani lawan? Kita nurut terus, kapan kita lawan kakak sama yang lain?" Duri menatap tajam Halilintar, dia masih bisa menahan emosinya untuk saat ini. Tetapi melihat Solar yang bersiap menangis membuatnya kebingungan, ingin menghajar kakaknya juga gak mungkin, nenangin Solar pasti Halilintar ngomong aneh-aneh lagi.
Halilintar terkekeh kecil, dia membuang napas nya lalu menunjuk ke arah Solar. "Lu bilang mau bantu kan tadi? Buktinya lu gak bisa bantu, diam di rumah doang. Apanya bantu?! Gw tanya, APANYA BANTU?!"
"Gw bantu ngelacak?! Menurut lu aja, sampai 2 hari gak tidur buat nyariin Kabid kesayangan lu itu gak bantu?! Gw bantu sampai hampir drop, lu gak nanya kondisi gw tapi nanyain dia terus!"
"Jadi ini salah gw? SEMUA SALAH GW GITU?!" Halilintar mengusap wajahnya, dia mengatur napasnya untuk tidak memukul adeknya. Iya, sudah cukup dia berantem dengan Sori, tidak ingin menambah keributan lagi. Cowok mata merah gelap itu ingin membuka mulut, tetapi Solar membanting foto mereka bertujuh lalu berteriak keras membuat Ice yang menunggu Blaze di kamar langsung keluar.
"Bahkan kita disalahin? Padahal itu salah kalian? Kenapa kita yang kena? KALIAN BERTIGA JAHAT SAMA KITA BEREMPAT! GAK ADA YANG SAYANG SAMA KITA BEREMPAT!" Solar memukul kepala nya, dia berjongkok sambil berteriak kencang. "KENAPA KALIAN PEDULI SAMA CEWEK ANEH ITU?! KENAPA KALIAN PEDULI SAMA ORANG LAIN?! ADEK KALIAN GAK PERNAH DIPEDULIKAN! KALIAN CUMA FOKUS SAMA YANG LAIN, GAK LIAT DI RUMAH GIMANA!!!"
"Lar... Udah..."
"GW PENGEN SEKALI AJA KALIAN LIAT GW SAMA YANG LAIN, GW MAU JUGA DIMANJA SAMA KALIAN, KENAPA FOKUS KALIAN SESUSAH ITU!!!" Duri berjongkok, dia memeluk erat tubuh Solar. Mata hijau gelap nya melirik Halilintar, sayangnya sulung pertama Suwanda itu hanya pergi menuju kamar tanpa memperdulikan Solar. Duri meremat tangannya, dia mengeluarkan hp nya lalu melirik Ice yang ikut membantu menenangkan Solar.
"Dek, bawa ke kamar dulu."
"Iya, besok kita packing ke Jogja." Alis Ice mengkerut, dia kelihatan bingung tetapi menuruti ucapan Duri. Yang terpenting Solar tenang dan mereka bertujuh kembali bersama.
Komentar
Posting Komentar