kalian rumah ku
Halilintar dan Gempa berlari cepat menuju IGD, mereka berdua berhenti di depan pintu dan melihat keempat bungsu Suwanda sedang duduk dengan gelisah. Segera saja Halilintar menghampiri Blaze namun Duri memukul wajah Halilintar membuat suasana mulai ricuh.
"GARA-GARA LU BERDUA, KAKAK GW MASUK RUMAH SAKIT! GARA-GARA LU BERDUA, KAKAK GW KECELAKAAN, BANGSAT!!"
"DURI?! NGAPAIN NYALAHIN KAK HALI, HAH?! KITA JUGA BARU DATANG!" Gempa dan Duri hampir adu tinju kalau saja Halilintar dan Blaze tidak menahan mereka berdua, Halilintar menatap wajah Blaze, dia memegang tangan adeknya lalu menatap takut keberadaan semuanya. Blaze menghela napas panjang, dia mengelus rambut cowok mata merah gelap itu dengan senyuman manisnya.
"Gak papa, kak Upan gak akan kenapa-kenapa...."
"Salah gw... Salah gw gak temenin dia dari awal... Salah gw bikin rumah hancur..." Sulung pertama Suwanda itu jongkok, dia menutup wajahnya lalu menangis. Tubuhnya bergetar menahan sakit di dada, dia terus meminta maaf ke mereka semua, semuanya, dia benar-benar merasa bersalah. Duri menatap tajam Halilintar, dia ingin menendang kakaknya namun bukan saatnya untuk berkelahi.
"Gw minta maaf... Gw minta maaf... Tolong jangan lagi... Gw gak mau kehilangan lagi..."
"Yang kayak gini baru minta maaf? Dari kemarin-kemarin kemana aja lu, bangsat!" Solar menahan tubuh Duri, dia menenangkan kembarannya lalu menatap Gempa, memohon untuk menenangkan Halilintar. Gempa sendiri hanya menatap datar mereka semua lalu pergi menuju ke taman RS. Blaze mengangkat tangannya, dia menyuruh Halilintar berdiri namun si sulung pertama Suwanda itu menggelengkan kepalanya.
"Ayo berdiri... Jangan begini, Taufan gak bakalan suka."
"Kenapa bukan gw yang mati... Kenapa ayah... Kenapa bukan gw..." Blaze menghela napas panjang, dia menggendong tubuh Halilintar lalu menatap Ice, Ice mengangguk lalu menyuruh Duri dan Solar untuk duduk. Biarkan Blaze yang membereskan semuanya, Blaze bisa menyelesaikan semuanya, Ice yakin itu.
——
Blaze memeluk erat tubuh Halilintar, menenangkan kakaknya dari rasa ketakutan dan bersalah nya. Dia tau, seharusnya dia juga marah, tapi dia sudah janji kepada ayah, harus menjaga semuanya dan menyuruh Halilintar untuk segera kembali fokus sebagai sulung bertanggungjawab.
"Gw bodoh... Gw bodoh..."
"Udah, kita semua goblok. Tenang dulu, oke?" Halilintar meremat baju nya, dia menatap Blaze yang tersenyum manis ke arahnya. Blaze seharusnya marah kepada nya? Seharusnya cowok mata merah menyala itu memukulnya juga, bukan nenangin dirinya ataupun membawanya ke sini. Cowok mata merah gelap itu mengusap air matanya, dia memegang pundak Blaze, menggoyangkan pundak adeknya supaya cowok mata merah menyala itu memukulnya seperti Gempa dan Duri.
"Pukul gw... Ayo.... Kenapa lu cuma diam aja?"
"Apa sih? Jangan gak waras dulu, lu kecapekan mikirin rumah."
"Enggak, ayo jotos gw, masa cuma diam aja?"
"Mau nya apa sih? Gw gak mau kakak dan adek gw kenapa-kenapa, udah diam!" Halilintar terdiam, dia menundukkan kepalanya mendengar suara bentakan dari Blaze. Blaze sendiri memijat keningnya, tangan kanannya mengusap rambut Halilintar lalu menarik pipi kakaknya untuk menatap dirinya.
"Tatap gw, ngomong sama gw, kalian ribut apalagi sampai kak Upan nekat datang sendirian?" Mulut cowok itu tertutup rapat, membuat adeknya greget dan akhirnya menampar kecil pipi kakaknya. Si empu hanya bisa menatap wajah Blaze, dia menghela napas dan mulai menceritakan tentang keributan di rumah. Dimulai dari mereka berempat menghilang dan ketiganya berantem, Taufan yang menenggelamkan kepala Halilintar dan Gempa dan berakhir cowok mata biru langit itu nekat pergi sendirian menuju Jogja.
Halilintar tidak tau bagaimana bisa Taufan mendapatkan informasi tentang keempat adeknya, yang dia tau, Taufan benar-benar tidak mau semuanya kembali hancur lagi. Blaze menghela napas panjang lalu menjitak kepala Halilintar, entah mengapa dia terlanjur menyesal meninggalkan ketiga kakak nya itu.
Yang satu gengsi setinggi Burj Khalifa, yang satu panikan, yang satunya lagi kalau ngamuk bener-bener main tangan, Allahuakbar....
Kakak siapa sih sebenarnya?
"Gw minta maaf..."
"Stop ngomong maaf ke gw, gw udah maafin lu dan yang lain. Nyesel aja ninggalin kalian bertiga sendirian, makin runyam dah." Blaze mengacak-acak rambut nya, dia benar-benar muak mendengar kata maaf dari Halilintar. Segera saja dia mengambil tali dan serbet lalu mengikat kakaknya, Halilintar berteriak kencang ketika badan, tangan dan kaki diikat serta mulut di bekap mulut Halilintar.
Cowok mata merah gelap itu meronta-ronta meminta dilepaskan, sayangnya Blaze langsung menggotong tubuh Halilintar dan membawanya menuju IGD kembali. Mereka berdua saling tatap setelah berhenti di depan IGD, begitu ramai di dalam terlebih adek-adek mereka yang sudah mengerumuni salah satu bangsal. Siapa lagi kalau bukan Taufan?
"Hpmhhh!!!"
"Iye iye, samperin yuk—."
"Dedek Xavier kenapa di bekap, Aze?" Oh tidak.... Selamatkan nyawa Blaze...
——
Ice, Duri, dan Solar memeluk erat tubuh Taufan, cowok mata biru langit itu merasa sesak dan menatap ketiga cowok di sebelahnya. Gempa membuang muka, Halilintar hanya berteriak karena mulutnya masih di lakban, sedangkan Blaze sibuk memainkan hp.
Oke... Gunakan cara lain, Taufan...
"Ini gw dianggap sebagai pajangan aja?"
"Terus kita apa? Bingkai foto?" Solar menatap sebal Taufan, dia memegang tangan kiri kakak kedua nya membuat si empu meringis ke sakitan. Kecelakaan tadi, sebenernya Taufan gak bisa rem karena kepala nya benar-benar pusing, alhasil dia menabrak tiang lampu lalulintas dan dibawa ke RS. Hanya luka kecil, tetapi mobilnya hampir rusak membuat si sulung ke 2 Suwanda itu ketar-ketir.
Kalau Halilintar tau, bisa-bisa dia gak dibolehin bawa mobil lagi... Bahaya sekali...
"Tangan kok bisa ikutan remuk?" Gempa membuka plastik makanan lalu menyuapi Taufan, yang ditanya cuma cengengesan sambil menggaruk-garuk kepala. "Anu... Pas nabrak tadi, gw posisi miring terus tangan kiri kena."
"Kan kan! Jangan keluar dibilang! Pokoknya nanti yang nyetir pulang, kak Hali sama kak Gem aja!" Duri menatap sengit kedua sulung itu, Gempa menghela napas panjang lalu mengangguk mengiyakan permintaan Duri. Halilintar pun mengangguk, dia memukul punggung Blaze yang balas dengan tatapan tajam.
"Hmmppphhh!!!"
"Jangan dilepasin, si Gempa belum minta maaf ke kita apalagi Halilintar." Ucap Ice sambil mempererat pelukannya ke Taufan, Gempa dan Halilintar menghela napas panjang. Ini mah bikin long text dulu di rumah, baru mereka bertempat mau maafin bertiga. Gak deh, Taufan aja ada itikad baiknya mau menyusul adek-adek, nahloh, Gempa sama Halilintar baru nyusul kalau bukan dikasih tau sama Taufan, kan :)?
Komentar
Posting Komentar