pulang

Frostfire, Glacier, dan Supra duduk di loteng, mereka bertiga saling terdiam memikirkan bagaimana nanti ayah ke rumah dan menahan amarah ketiga bungsu. Mereka tahu betul, yang mendapatkan kekerasan verbal adalah ketiga sulung tetapi siapa sangka jika tiga bungsu balas dendam?

"Jangan sampai yang lain tau, gw gak mau kalian berantem karena ayah. Dan gw juga takut..." Mata biru merah itu menatap Supra, dia tak bisa menahan rasa khawatirnya terhadap adek kedua dan ketiganya itu. Jujur saja, semenjak Supra dan Sori berubah, dia selalu mendapatkan notifikasi chat dari orang tak dikenal dan bahkan mengancam mereka berdua terutama Supra.

Jelas bagi Frostfire merasa protektif terhadap kedua adeknya itu, apalagi trauma Supra tidak bisa menghilang begitu saja. Supra berusaha sekuat tenaga untuk bangkit, jangan sampai senyuman manisnya menghilang menjadi ketakutan bagi cewek mata merah keemasan itu.

"Takut apa?"

"Gw takut lu diculik sama orang yang benci sama kita, gw harap lu bisa lindungi diri, San." Tubuh Supra mendadak membeku, dia benar-benar tidak menyangka dengan ucapan sang kakak. Mengapa ucapan Frostfire seakan benar-benar menjadi ketakutan baginya? Supra sudah mengalami teror yang akhir-akhir ini selalu menghantui nya, terlebih tentang kondisi mentalnya saat ini. Apa itu ibuknya?

Tangan Frostfire dan Glacier menepuk kepala Supra, mereka berdua mengembangkan senyumnya lalu mengelus rambut Supra. "Jangan mikirin aneh-aneh, gw sama mamas bakalan jagain lu. Gw bakalan marah sama orang yang sentuh lu tanpa izin kita berlima."

"Kalau lu emang butuh cerita, ada kita berdua. Jangan ngerasa takut, kita gak akan biarin lu terluka lagi sampai kapanpun."

"Gw, mas Frost, kita berdua sayang sama lu, Sup. Kita gak mau lu terluka lagi untuk kedua kalinya." Malam itu, ketiganya membuat rencana. Supra tidak akan pernah lupa dengan ucapan kedua kakaknya, dan dia juga yakin jika teror itu hanya gertakan yang kecil. Bahkan dia tidak tau jika semakin lama semakin memperparah kondisi.

——
Sepertinya perkiraan Supra salah, dia semakin diusik bahkan para penguntit berusaha untuk menangkapnya. Entah mengapa Halilintar yang biasanya acuh tak acuh mulai menemaninya, kalau kata si gledek sih "lu dalam bahaya, ya kali dibiarin begitu aja."

Mau salting cuma Supra cowok, jangan berpikiran aneh-aneh, tolong.

Tapi sampai dimana Supra hampir dilecehkan, baik Halilintar maupun Taufan tidak muncul sama sekali. Cewek mata merah keemasan itu merasa dipojokkan, tubuhnya menahan rasa takut ketika salah satu dari penguntit memegang pinggang nya.

"Mau kemana sih? Kita belum kenalan loh."

"Saya bukan cewek murahan." Emosi Supra begitu terasa, dia melayangkan tinju ke wajah pria brengsek itu. Sayangnya dari belakang ada yang memeluknya, tubuhnya menegang merasakan sesuatu yang aneh di belakang. Sial... Dia benar-benar mau dilecehkan oleh orang-orang itu.

Napas Supra mulai putus-putus, dia benar-benar ketakutan setengah mati. Tolonglah... Dia cowok, apa gilanya orang-orang yang mengikuti dirinya?! Tolong sadar!

"SAN!!" Seorang pria setengah baya datang membawa balok kayu, dia memukul para penguntit itu dan melepaskan Supra. Supra hanya bisa terdiam menahan ketakutannya, dia memeluk lututnya menahan tangisannya didepan pria itu.

"San, Saneira... Anak pinter ayah..." Matanya yang berkaca-kaca menatap pria itu, dia menangis keras dan memeluk erat tubuh yang selalu dia rindukan. Ayahnya kembali, dan semuanya kembali.

——
Hal yang pertama dilakukan oleh Sori adalah berteriak dan memegang pisau, sedangkan Supra menahan tubuh Sori supaya tidak melakukan hal yang aneh-aneh terhadap sang ayah.

"BAJINGAN! NGAPAIN KE SINI?!"

"WICAK!!! ITU AYAH, JANGAN BUNUH AYAH!!" Tuan Ngalengka hanya bisa terdiam melihat amarah dari trio bungsu, jelas dampak yang diberikan sang istri membuat Sori, Gentar dan Sopan membenci dirinya juga. Dia hanya tersenyum kecil lalu menatap Supra dan Glacier yang berusaha menahan amarah Sori.

Frostfire menatap kedua adek terakhirnya, mereka bersiap untuk menyerang sang ayah dan langsung dihadang oleh Glacier. Ekor Gentar dan Sopan bergerak cepat, mereka berdua ingin menjauh dari kakak kedua mereka tetapi juga ingin membunuh ayah.

"Ayah..."

"Sepertinya ayah salah untuk datang, maafin ayah..." Frostfire menggelengkan kepalanya, tidak, ini bukan salah ayahnya. Ayah hanya datang untuk berkunjung, tidak ada yang tau jika kejadian seperti ini akan muncul. Cowok mata biru merah itu menatap ayah, rasa bersalah sekaligus rasa egois muncul. Bingung, dia ingin merasakan setidaknya sekali dipeluk oleh ayah, tapi dia gak mau kekacauan semakin parah.

"Mas..." Glacier kambuh, dadanya terasa sesak mencium bulu di telinga dari Sopan. Segera saja Frostfire menggotong tubuh Glacier menjauh dari Gentar dan Sopan, membawa nya menuju kamar si sulung ke 2. Rumah mulai sunyi, mata masih menatap tajam ke arah tuan Ngalengka.

"Pergi dari sini, gw benci liat lu." Kata-kata yang menusuk bagi Sori membuat Supra mematung, dia menatap ayah dan memegang tangan pria setengah baya itu dengan mata berkaca-kaca. "Ayah janji tadi gak pergi lagi kan? San nungguin... San kangen..."

"Cahya! Dia aja gak bantuin lu waktu dicambuk sama si brengsek?! Lu mau keulang lagi?!"

"Ayah... San butuh ayah... Kita butuh ayah..."

"San, dengerin ayah, kamu jagain adek-adek. Mereka lebih butuh kalian bertiga, bukan ayah. Wicak juga benar, ayah pecundang, gak lindungi anak ayah." Supra menggelengkan kepalanya kencang, dia tidak memikirkan traumanya saat ini, yang dia butuh hanya ayah. Ingin egois tetapi Sori lebih egois darinya, cewek mata mint itu menarik tubuh Supra dan mendorong sang ayah keluar dari rumah.

Pintu depan ditutup dengan kencang, dan lagi-lagi Sori serta Supra berantem hebat—hanya Sori yang mengomeli kembarannya—sedangkan Gentar dan Sopan menatap kedua kakaknya prihatin tetapi di sisi lain merasa mendukung Sori.

"Angga... Kak Wicak gak bakalan lebih parah kan?"

"Kita gak tau... Tapi gw harap si brengsek itu gak datang lagi ke rumah." Matanya menatap tajam ke pintu rumah, tangannya mengepal kuat berharap jika mereka hanya hidup berenam, bukan hidup bertujuh atau berdelapan bersama kedua orangtuanya.

Dikamar Glacier, Frostfire menangis keras di pelukan sang adek. Dia benar-benar gagal melindungi adek-adek nya, gagal memberikan sepercik kepercayaan mereka terhadap ayah. Cowok mata biru merah itu mengusap wajah tenang Glacier, mengucap permintaan maaf ke adek pertamanya.

"Maaf... Maaf... Gw minta maaf... Gara-gara gw, lu kambuh, gara-gara gw, rumah ribut...."

——
Pagi hari rumah terasa dingin, padahal cuaca begitu panas. Sori menghela napas panjang, dia menatap Supra yang tertidur di sofa. Cewek mata merah keemasan itu masih berharap jika ayah kembali, apa yang diharapkan oleh kembarannya ini?

"Wicak..." Cewek mata mint itu terkekeh kecil, dia mengusap rambut Supra lalu menatap wajah kembarannya. "Kan... Bandel, sakit lu."

"Enggak? Gw gak sakit..." Supra memposisikan dirinya untuk duduk, kepalanya terasa memutar, benar-benar pusing. Dia menatap seisi rumah yang lumayan berantakan, baru teringat jika semalam mereka berdua berantem hebat. Ah, rasanya teringat Frostfire yang semalam terus meminta maaf.

"Wicak... Mamas..."

"Mamas demam, mamas nyalahin dirinya lagi." Supra menghela napas, tangannya menutup wajahnya. Dia benar-benar tidak menyangka jika semuanya kacau, ini salahnya, kenapa mamas yang merasa bersalah?

"Gw mau minta maaf ke mamas..."

"Cahya, lu masih sakit. Istirahat." Supra menggelengkan kepalanya, dia ingin bertemu dengan Frostfire. Sori memeluk erat tubuh Supra, menenangkan kembarannya dari rasa ketakutan yang kembali muncul. "Tenang... Mamas gak kenapa-kenapa, lu juga harus istirahat..."

"Wicak... Maaf..."

"Enggak, jangan minta maaf. Gw tau lu kangen, tapi kita gak bisa percaya mereka. Orang itu—."

"Ayah... Itu ayah.... Bukan ibuk..." Sori menghela napas berat, mau tak mau menuruti ucapan Supra daripada mereka berantem lagi dan bikin Supra drop lagi. "Iya iya, ayah, jangan percaya dulu. Kita gak tau ayah ngapain ke sini, kan?"

"Tapi...."

"Cahya, dengerin gw, meskipun dia nyari kita buat perbaiki semua kesalahannya, apa gw sama yang lain bakal maafin kayak kalian bertiga yang lebih parah dari kami? Gak! Gw gak mau lu kenapa-kenapa lagi, gak mau abang sama mamas kenapa-kenapa lagi. Kalian gak lupa kan kalau dulu pernah dikurung di gudang karena kesalahan gw dan adek-adek?"

Supra menggelengkan kepalanya, dia teringat jelas semua traumanya selama ini. Terbayang wajah ibuk yang begitu marah dengannya, bantingan kursi dan juga cambukan. Cewek mata merah keemasan itu menggelengkan kepalanya lalu tersenyum kecil ke arah Sori.

"Maafin gw Wicak..."

"Udah... Sekarang istirahat, gw mau bikin bubur dulu buat kalian bertiga." Sori beranjak dari sofa, dia berjalan menuju dapur meninggalkan Supra. Supra mengeluarkan hp nya lalu melihat chat yang membuatnya semakin ketakutan. Teror lagi, dia tidak mau Sori tau dan dia siap mencari semuanya sendiri meskipun nyawa taruhannya.

"Gw datang, jangan teror Wicak atau kakak-kakak dan adek-adek gw."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berubah

Taufan

Kembali