siapa?

Hari ini keempat bungsu Suwanda pergi menuju pantai Parangtritis, setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh dengan mobil, keempatnya sampai di pantai. Pemandangan yang pertama mereka lihat adalah keramaian, tidak heran sore hari semakin ramai, padahal masih jam 4 sore dan udara lumayan panas.

"Gila.... Rame banget.... Mana panas..." Duri mengipasi dirinya dengan tangan, cowok mata hijau gelap itu melihat kanan-kiri, lautan manusia yang membuat jiwa introvert nya keluar.

Solar dibelakang Duri, dia juga kegerahan melihat lautan manusia. Cowok mata silver itu menarik lengan Blaze, meminta pergi ditempat lain. "Kak... Ayo jalan-jalan dulu, panas ihhh."

"Si bocil, ntar dulu—NCEU?!" Oke, sepertinya Blaze harus merantai ketiganya. Ice sudah melakukan aksi dance nya, otomatis dirinya harus menahan tubuh kembarannya supaya tidak aneh-aneh.

——
Taufan mangusap wajahnya, sore ini jalanan di Semarang sangat ramai. Ya... Dia keluar dari toll untuk mencari makanan sekaligus mencari hotel. Agaknya dia salah memilih jalan, tapi yasudah, terlanjur keluar tandanya harus cari betulan lewat jalan biasa.

Cowok mata biru langit itu berhenti di dekat mesjid, dia mulai membeli beberapa makanan dan pastinya membeli pop mie, ya kali mudik dadakan gini gak beli pop mie.

"Wahhh, mas dari kota?"

"Kalau dari kota mah ada banyak, buk." Si ibuk menepuk pelan pundak Taufan, beliau menatap mata biru langit milik Taufan lalu terkekeh kecil. "Si mas bisa aja, pasti dari Jakarta kan?"

"Hehehe... Iya..."

"Kok mudiknya sendirian? Istri sama anak dimana?" Taufan tersenyum tipis, pikirannya udah banyak kata kasar tetapi harus di tahan. Dari awal dia berangkat sampai di Semarang tuh pasti ada yang tanya 'istri dan anak nya mana?' padahal dia sendiri belum nikah, masih umur 19 tahun, woy!!

"Anu buk... Saya belum nikah..."

"Loh? Saya kira kamu udah nikah, soalnya wajah kamu kayak mas-mas umur dua puluh lima." Taufan hanya menimpali dengan tawa kecilnya, dia membayar makanannya lalu kembali menuju mobil sembari menunggu adzan. Otaknya mulai bekerja, entah kenapa ingin sekali rasanya jalan-jalan tetapi masih bingung adek-adek nya ada dimana...

Jalan-jalan sebentar mungkin? Kalau malam ini pasti jalanan sepi, dan dia harus mencari tempat istirahat yang lumayan tenang. Hanya ada dua kemungkinan, kalau tidak di hotel ya di rest area. Emang nasibnya jalan sendirian, pasti bakalan berhenti di rest area lagi. Semangat Taufan, demi saudara, demi permintaan maaf sulung ke bungsu.

——
Seharusnya mereka berempat mendapatkan kebahagiaan, ya... Seharusnya...

"HUEHUEHUEHUE, GAK MUNGKIN KIOF BUBAR!!! GAK MUNGKIN!!!" Duri memijat keningnya, dia benar-benar pusing mendengar suara kakak ke-enam nya yang merengek sembari berguling-guling di pasir, tolong siapapun, pungut anak ilang satu ini.

"Enggak bubar, kak... KIOF juga baru join, ya kali cepat banget bubarnya?"

"Emang lu gak tau kalau Loossemble bubar belum ada dua tahun?" Solar menatap males Duri yang terkejut mendengarnya, cowok mata silver itu berusaha membangunkan Ice namun si mata biru laut itu benar-benar menangis. Apalagi tadi Solar iseng bilang kalau KIOF bubar. Kan Ice belum nonton konsernya di Jakarta, bubar duluan ya nangis kejer bocahnya.

"KIOF BUBAR... HUEEE!!!"

"KAGAK EALAH, GW CUMA BERCANDA TADI. AYO BANGUN!"

"GAK MAU!!! NTAR KALAU BENERAN KIOF BUBAR, GAK ADA SEMANGAT LAGI GW...." Duri memukul kepala Ice, dia menghela napas panjang lalu menoleh ke arah bibir pantai. Matanya melotot melihat Blaze yang sudah telanjang dada sedang bermain air, cowok mata hijau gelap itu berteriak menyuruh kakak ke-lima nya mendekati mereka bertiga, belum juga Blaze mendekat, Ice langsung lompat ke bibir pantai dan bermain air dengan kembarannya.

"BANGSAT, NYIPRAT!!!"

"Jelek jelek, aduh jelek sekali~." Cowok mata merah menyala itu membalas cipratan air nya ke wajah Ice, lalu keduanya tersenyum dan menyiram air ke duo bungsu Suwanda. "KAKAK!!! AKU KOK KENA SAMA SOLAR?!"

"Yaelah, main bentar terus balik deh habis ini."

"Udah malam? Ini udah jam tujuh malam, kita di dekat Nyi Roro kidul loh..." Segera saja ke-empat nya kabur menuju kamar mandi dan ganti baju, mulai parno kalau bahas ratu pantai selatan itu, apalagi tipe Ice yang aslinya penakut parah. Bahaya sekali...

"Beli apaan di homestay nanti?" Duri dan Solar menatap binar Blaze, mereka berdua berteriak meminta ke Lawson sedangkan Ice masih merenung memikirkan konser KIOF yang akan datang di Jakarta. Blaze tertawa kecil, dia menepuk kepala Duri dan Solar lalu menatap Ice yang berhenti. Cowok mata merah menyala itu kebingungan, tumben sekali Ice fokus dengan hp? Ada apa?

"Ceu? Kenapa lu berhenti—."

"Kak Upan jalan ke sini... Dia sendirian nyetir mobil..." Ketiganya berhenti, mereka menatap layar hp milik Ice yang menunjukkan foto status wa Taufan menyetir sendirian di jalan. Sebentar... Jangan bilang rumah semakin runyam karena Taufan pergi juga?

"Aduh... Nambah lagi masalah satu ini..."

——
Gempa terdiam setelah mendengar ucapan Halilintar, kepalanya terasa pusing memikirkan semuanya. 4 adek hilang, dia masih marah sama Halilintar, Taufan pergi menyusul adek-adek nya. Hebat, kepala Gempa rasanya mau pecah aja.

"Kita harus gimana? Nyusul?"

"Aduh... Mobil satunya kan ada di bengkel, kak. Kita mau pake mobil siapa?" Halilintar mondar-mandir, dia benar-benar khawatir dengan kembarannya yang pertama. Gempa pun demikian, mereka berdua sama-sama khawatir dengan kondisi Taufan yang tidak mengirim pesan lagi.

"Naik motor?"

"Gila aja... Kak Upan bakalan ngamuk."

"Ya terus gimana?" Keduanya kembali memikirkan sesuatu, Gempa terdiam sejenak, dia membuka hp nya lalu mengetik sesuatu dan memberikan hp nya ke Halilintar. Si sulung Suwanda kebingungan, dia melihat e-tiket bus lalu menatap Gempa.

"Pesen sekarang?"

"Ya kalau gak sekarang, lu mau si tengah biru angin Muson itu kenapa-kenapa?"

——
Taufan membuka matanya, dia melihat sekeliling, ah lupa... Dia kan ada di pom bensin, pantas saja malam hari masih ramai.

"Cumuk dah cumuk." Taufan keluar dari mobil, dia mengunci mobil lalu berjalan menuju kamar mandi. Kedua tangannya mengusap wajah dengan air lalu menatap pantulan cermin, kantung mata yang berwarna hitam, wajah pucat, rambut acak-acakan, lengkap sekali perasaan stress ini.

Cowok mata biru langit itu menghela napas panjang, dia benar-benar berharap jika ini kesempatan satu-satunya untuk meminta maaf kepada saudara-saudara nya. Kalau saja dia bisa membuat rumah kembali seperti semula...

Ah Taufan, lagi-lagi pikiran itu selalu datang. Tangannya mengacak-acak kembali rambutnya, hatinya terus berteriak menyesali perbuatannya, lagi-lagi kan? Lagi-lagi gagal menjaga saudara-saudara nya, dan selalu saja bertengkar.

"Lanjut... Gw harus lanjut jalan..." Tangannya membilas wajahnya kembali dengan air di wastafel, dia berjalan menuju mobil dan mengendarai mobil menuju Jogja. Hanya 2 jam lagi, sisa 2 jam dan dia bisa mencari keempat adeknya. Semoga dia bisa membawa kembali keempatnya, tidak apa jika dirinya harus terluka.

——
Cahaya matahari begitu menyilaukan, Duri dan Solar terbangun dari tidurnya. Kedua bungsu itu menatap sekeliling, sepertinya mereka di kamar dan pasti semalam kedua tengah Suwanda itu menggotong mereka berdua. Cowok mata hijau gelap itu turun dari kasur, dia berjalan pelan menuju kamar mandi lalu mencuci muka dan sikat gigi.

"Ri... Firasat gw gak enak..." Duri menghentikan kegiatan sikat gigi nya, dia menoleh ke arah Solar yang menatap jendela. pandangan Solar begitu kosong, seakan-akan jiwa nya keluar melarikan diri dari raga nya. Kedua tangannya terangkat lalu mengacak-acak rambut, entah apa firasat nya, yang pasti, setelah mendapatkan kabar bahwa Taufan akan menyusul mereka, itu sama sekali berita yang buruk.

Mengapa Taufan sendirian? Seharusnya dia bisa bersama kedua kembarannya? Jangan bilang rumah juga kacau akibat mereka bertiga juga?

"Ri... Ayo keluar... Gw mau cari kak Upan." Duri kumur-kumur lalu membuang air bekas kumur-kumur nya di wastafel, segera saja dia cuci muka dan membereskan pakaiannya. Bodo amat sama baju semalam, setidaknya mencari Taufan adalah prioritas utama mereka berdua.

Kedua cowok itu keluar dari homestay dan berlari mengitari Malioboro, hampir sejam dan mereka tidak menemukan keberadaan kakak kedua mereka. Solar kembali melihat sekeliling, hanya ada keramaian yang membuatnya benci. Apakah mereka semua datang hanya untuk menutupi wilayah yang dia cari?

"Pengen foto yang ada tulisan itu... Tapi Malioboro rame banget." Suara itu... Solar sangat tau suara siapa itu...

"Kak Upan..." Cowok mata silver itu berjalan pelan-pelan mendekati orang yang memfoto beberapa pemandangan di Malioboro, tangan kanannya menggenggam erat baju orang itu membuat si empu menoleh ke belakang.

"Oit— Solar?" Solar memeluk erat tubuh Taufan, dia menangis di bekapan sang kakak. Sulung ke 2 Suwanda itu tersenyum manis, tangan kiri nya mengusap rambut Solar lalu menatap Duri yang masih berdiri tak jauh dari mereka berdua. Tawanya keluar, tetapi Duri tau, tawa milik Taufan benar-benar lelah dan hanya sisa tawa hambar seakan-akan memaksa untuk bahagia.

"Hehehe... Adek-adek gw udah senang di Jogja lama?"

"Jangan tanya kayak gitu!" Cowok mata biru langit itu terkejut, dia mengedipkan matanya, bingung dengan balasan Duri. Dia salah tanya ya?

"Maaf..."

"Aku khawatir sama kakak! Kenapa nekat sendirian nyetir ke sini?! Ngapain?!"

"Nyusul kalian..." Duri memukul pundak Taufan membuat si empu meringis menahan sakit, cowok mata hijau gelap itu ikut memeluk erat tubuh Taufan yang terlihat ringkih. Kedua bungsu itu menatap wajah Taufan, mereka menangis keras membuat Taufan merasa diintimidasi oleh orang-orang di sana.

"Kak Upan jelek... Hueeee...."

"Kak Upan malah kayak bapak-bapak lembur... Huaaaa...."

"HEH, UDAH JANGAN NANGIS!!!"

——
"Ngebut lu naik mobil?" Blaze mengusap rambut Taufan, jujur saja, melihat wajah Taufan yang kelelahan membuatnya tidak tega menyuruh kakaknya untuk tidur. Tetapi Taufan ini bandel, jelas saja kenapa bandel nya Taufan mirip dengan Blaze.

"Gw gak ngebut, kalau ngebut juga gw nabrak tiang listrik." Ice mengerutkan keningnya, dia memukul perut Taufan lalu memeluk erat tubuh Taufan. Omong-omong, mereka sekarang ada di homestay dan Taufan baru bisa rebahan di kasur milik Blaze. Taufan menatap keempat adeknya, dia memejamkan matanya lalu menghela napas panjang.

"Kalau lu capek, lu bisa tidur dulu—."

"Gw mau minta maaf..." Keempat cowok itu menatap Taufan, mereka semua kebingungan dengan ucapan kakak kedua mereka. Minta maaf? Sebentar... Yang salah kan Halilintar, kenapa malah Taufan yang meminta maaf?

"Kak..."

"Bukan... Gw sama yang lain minta maaf... Bikin rumah runyam karena tingkah kami bertiga..." Taufan melepaskan pelukan Ice, dia menatap mereka berempat lalu menepuk pelan kepala mereka satu-persatu. Tiba bagian Blaze, cowok mata merah menyala itu memegang pergelangan tangan Taufan, mata mereka bertemu, Blaze menggelengkan kepalanya lalu mengetuk kening Taufan.

"Siapa yang salah? Bukan lu, kenapa lu minta maaf?"

"Karena gw juga terlibat, karena gw juga, kalian pergi dari rumah."

"Tapi ini bukan salah lu, kak... Bukan salah lu." Taufan menggelengkan kepalanya, dia memegang tangan Blaze lalu tersungkur di lantai. Hampir saja cowok mata biru langit itu bersujud jika Ice dan Solar tidak menahan tubuh kakaknya.

"Ngapain?! Bukan salah lu dibilang!!"

"Gw mau ngajak kalian pulang... Gw bakal lakuin apapun itu... Sampai sujud juga bakalan gw lakuin."

"Stop! Lu kecapekan, istirahat dulu, plis..." Ice mengusap wajah kakaknya, dia benar-benar khawatir dengan kondisi Taufan yang semakin tidak membaik. Cowok mata biru langit itu menggelengkan kepalanya, dia tetap melakukannya sampai Blaze turun tangan dan memeluk erat tubuh Taufan.

"Pulang... Tolong pulang...."

"Gw bakalan pulang, tapi tolong jangan aneh-aneh lagi... Lu kecapekan, kak."

"Enggak, gw perlu sujud kayaknya biar kalian mau pulang. Gw bakal lakuin sekarang, demi kalian." Ice membekap tubuh Taufan, tangannya mengusap rambut kakaknya untuk tenang. Taufan mulai menangis meminta maaf kepada mereka, Ice terus berusaha menenangkan Taufan, mata biru laut nya berkaca-kaca melihat Blaze. Cowok mata merah menyala itu menenangkan Taufan, hanya sebentar lalu Taufan mulai tertidur pulas di pelukan kedua adeknya.

Solar dan Duri menyenderkan tubuhnya di tembok, mereka berdua tak menyangka jika Taufan benar-benar se depresi memikirkan mereka berempat. Jadi ini hanya Taufan? Lalu kedua kakak mereka?

"Gw gak yakin... Tapi semoga mereka berdua beneran peduli sama kita..." Ucap Blaze yang merebahkan tubuh Taufan di kasur, helaan napas keluar lalu menatap ketiga adeknya. "Mau temenin? Kita tidur di sini dulu."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berubah

Taufan

Kembali