Cahya normal?!
Ketiga bungsu Ngalengka itu mengekori sang ayah, antara gak percaya sama kelakuan Supra yang alim nya gak ketulungan atau setan yang sudah lepas dari borgol langsung merasuki tubuh Supra. Oke, menurut Gentar dan Sori, mereka percaya yang kedua karena setelah puasa selama sebulan tandanya setan udah lepas semua.
"Ini kenapa kalian di belakang ayah, le?" Sori, Gentar dan Sopan menggelengkan kepala nya, mereka menunjuk ke arah Supra yang lagi jalan bersama kedua kakak mereka. "Ayah, Cahya gak gila kan?"
"Hush, siapa yang ajarin kamu ngomong begitu, Wicak? Kembaran mu gak gila."
"Gak gila gimana, yah?! Si motor disuruh khotbah aja udah gak wajar bagi kita, apalagi nanti?!" Tuan Ngalengka menggelengkan kepala nya, merasa bingung dengan kelakuan anak-anak bungsu nya. Beliau menepuk kepala Gentar lalu menyuruh cowok mata merah kecoklatan itu berdiri didepan dan disusul Sopan lalu Sori.
"Kalian bertiga jangan dibelakang ayah, nanti ketauan sama San, Riwanda dan Widaya."
"Yah... AAAA AYAHH!!!"
——
Saatnya meminta maaf, tapi bagi Gentar, dia tidak akan mau meminta maaf ke ayah. Bukan marah atau benci, dia masih kesal sama yang tadi karena disuruh jalan duluan. Yeu, dasar bontot...
"Sini minta maaf sama ayah," kakak pertama nya mulai bersabda, tetapi Gentar hanya diam dan tiba-tiba menjaga jarak. Supra yang baru saja sampai di rumah hanya terdiam melihat kelakuan Gentar yang bikin malu dadakan.
"Aku?! Berlutut?! Cih! Tidak akan!!!"
"Nah kan, Kodam jelek nya keluar." Sopan mengambil sorbannya, dia melilitkan sorban ke mulut Gentar lalu memukul punggung kembarannya membuat seisi rumah ramai oleh teriakan Gentar.
"SAKIT ANJIR!"
"JANGAN ANEH-ANEH MAKANYA! ORANG KOK GILA, SIH?!" Supra memijat kening nya, dia melepaskan sorban milik Sopan lalu membuat Gentar bertekuk lutut di hadapan sang ayah. Cowok mata merah keemasan itu duduk disebelah Frostfire sambil memakan nastar buatan nya sendiri.
"Minta maaf cepet, lu banyak dosa. Belum ke mamas, abang, gw sama Wicak." Kejadian menjanggal bagian ke dua, Supra menyuruh Gentar meminta maaf.
——
Setelah berkeliling meminta maaf dan mendapatkan THR, kini para Ngalengka siap menghadapi pertanyaan dari orang-orang. Biasanya yang banyak ditanyain itu Frostfire dan Glacier, soalnya mereka berdua kan muka-muka yang siap jadi tumbal.
Jika dua sulung itu mendapatkan pertanyaan, lantas, dimana Supra dan Sori? Seharusnya mereka juga mendapatkan pertanyaan?
"Eii sini, jangan mainin hamster nya si Angga." Supra mendadak menjadi baby sitter, sedangkan Sori nimbrung bersama kedua adeknya. Mereka bertiga benar-benar terkejut dengan kejadian tepat dihadapan mereka. Supra? Mengasuh anak?
Hah?
"Ainin hamstel Ndak boleh?"
"Jangan, nanti aja kita beli balon. Dedek nurut kan?" Bocah itu mengangguk semangat, dia meminta gendong ke Supra yang dibalas anggukan oleh cowok mata merah keemasan itu. Mereka berdua akhirnya ngacir menuju teras rumah, bermain di sana sambil menikmati angin segar di pagi menjelang siang hari.
"Cahya gak suka anak kecil..."
"Mas Cahya suka gidik kita bertiga..."
"Si motor kok waras?"
"Kalian bertiga daripada mojok, mending duduk sama mamas-manas kalian." Nah kan, tante-tante julid udah ngoceh. Segera saja mereka bertiga duduk di sebelah Frostfire dan Glacier lalu ikut menjawab pertanyaan mereka semua. Gentar sih lancar, Sopan hampir ditanya kapan nikah, dan Sori... Astaga... Dia selalu ditanya kapan tinggi. Ingin menghajar tapi ingat duit THR.
Baru saja Sori ingin membuka mulutnya, tiba-tiba saja Supra menggendong anak dari salah satu tante-tante yang menanyai mereka berlima. Cowok mata merah keemasan itu mengatur napas nya lalu menatap tante.
"Tan... Ada Pampers gak? Anak nya berak." Fiks... Kayak nya Supra lagi gak baik-baik saja.
——
Setelah berkeliling dan mendapatkan THR bagi yang bungsu (yang sulung bagi-bagi duit, read! Frostfire!), mereka berenam akhirnya di rumah sambil rebahan di lantai ruang tengah. Ayah hanya melihat mereka berenam lalu tertawa kecil, keenam nya begitu kecapean apalagi banyak anak-anak kecil yang menganggap trio sulung Ngalengka itu sebagai ayah pengganti.
"Gimana jalan-jalan nya, le?" Frostfire mendongak, dia menggelengkan kepala nya lalu memeluk diri nya sambil gemetaran. "AKU BENCI DITANYA KAPAN NIKAH!"
"SAMA! DITANYA KAPAN WISUDA, DIKIRA SKRIPSI CEPAT SELESAI APA?!"
"AKU MAH AMAN! SLEBEW!!"
"CAHYA CURANG, YAH! MASA AKU TERUS YANG DITANYA KAPAN TINGGI?! BUANG DIA KE KALI, PLIS!!"
"Aku sih aman... Tapi Angga yang ditanya terus kapan masuk kuliah," ucapan terakhir dari Sopan berhasil membuat Gentar yang anteng menjadi banyak ulah, cowok mata merah kecoklatan itu berguling-guling di ruang tengah membuat ayah dan kelima saudara nya tertawa terbahak-bahak. Ayah menggelengkan kepala nya lalu menyuruh Gentar untuk berdiri, si bungsu mengangguk lalu berdiri.
Ayah mengeluarkan hp nya lalu membuka aplikasi M-banking, beliau menatap Gentar sambil tersenyum manis membuat Frostfire berdiri dan menggelengkan kepalanya. Cowok mata biru merah itu tau apa yang akan dilakukan sang ayah.
"Yah, gak usah ya..."
"Loh? Padahal bagus, adek-adek mu butuh duit juga." Kelima cowok itu langsung duduk rapih di sofa membuat Frostfire mengusap wajah nya dan ayah hanya tertawa kecil, pria setengah baya itu menepuk pelan pundak anak pertama nya lalu menyuruh nya untuk duduk. Meskipun menurut nya kebalik, Frostfire tetap menuruti perintah ayah.
"Nah, coba sebutin rekening masing-masing, ayah mau transfer duit ke kalian."
"AYAH!!! ACIL DULU, ACIL DULU!!" Cowok mata biru merah itu menjitak kepala Glacier, yang di jitak hanya cengengesan sambil mengusap kepala nya. Dia menyebutkan nomor rekeningnya lalu mendapatkan notifikasi dari M-banking nya jika ayah sudah mengirimkan THR. Cowok mata biru kecoklatan itu melotot, tak percaya dengan nominal yang diberikan oleh ayah.
"Yang lain bilang sama ayah, nanti sore ayah mau pergi sama mamas kalian." Segera saja ke-empat nya mengirim nomor rekening masing-masing ke ayah, pria setengah baya itu hanya menggelengkan kepala nya lalu mentransfer semua yang dibutuhkan anak-anak. Setelah itu, keempat nya heboh melihat nominal yang diberikan oleh ayah.
"WEIISS!! LIMA BELAS JUTA!"
"Beneran ini? Lima belas juta? Banyak amat?!"
"Bapak gw kaya juga, cuy!" Supra menggelengkan kepala nya sambil mengusap rambut nya yang berantakan, mereka berlima menoleh ke arah Frostfire yang menatap kelima nya dengan tatapan tajam. Sudah mereka duga, Frostfire akan marah karena THR yang diberikan oleh cowok mata biru merah itu seperti kurang bagi mereka. Gentar ingin membuka mulut nya untuk berbicara, namun di tahan oleh ayah dan membiarkan kedua orang itu berbincang.
"Yah... Gak usah ngasih adek-adek banyak duit, itu kan juga tabungan ayah."
"Ayah kasih karena kalian juga butuh, apalagi kamu... Kerja banting tulang untuk adek-adek kamu, setidaknya tabungan mu juga di simpan."
"Ayah, aku gak papa kerja banting tulang, yang penting adek-adek gak minta aneh-aneh." Frostfire menghela napas panjang, dia merasa bersalah karena setelah mendengar adek-adek nya yang bahagia mendapatkan duit THR lumayan banyak dari ayah. Apa emang adek-adek nya ngerasa selama ini yang dia kasih itu kurang? Jika iya... Sepertinya perjuangan dia merasa tidak ada artinya...
Ayah mengelus rambut Frostfire, beliau menepuk pelan kepala anak nya lalu tersenyum lembut. "Kenapa murung? Kamu marah sama ayah?"
"Enggak... Aku..." Supra yang mengerti perasaan sang kakak langsung mengambil ahli pembicaraan, dia menyuruh Frostfire duduk di sebelah mereka berlima lalu mengusap-usap kepala kakak pertama nya. "Aih, bayi gw kenapa murung sih?"
"CAHYA EDAN!" Sori memukul kepala kembaran nya, dia ikut memeluk erat tubuh besar Frostfire sambil mencubit pipi sang kakak pertama. "Jangan murung, mas. Wicak bukan kurang, tapi kan dikasih sama ayah..."
"Diam... Diam... Lu pada diam..." Frostfire menahan diri untuk tidak menangis, tetapi Glacier, Gentar, dan Sopan tidak akan membiarkan Frostfire membuang muka begitu saja. Ketiga cowok itu ikut memeluk erat tubuh Frostfire yang berhasil membuat pertahanan si sulung perlahan runtuh.
"Maafin gw... Maafin gw yang cuma ngasih duit yang pasti buat kalian berlima kurang... Gw gak bisa ngasih lebih karena ngurus keperluan kalian... Gw... Gw minta maaf..."
"Apa sih? Jangan minta maaf, kita yang harus nya minta maaf ke elu, mas." Frostfire menatap Glacier, dia menatap berkaca-kaca mata Glacier yang membentuk sabit. Sebuah senyuman tulus dari adek pertama nya serta elusan lembut tangan Glacier di punggung tangan Frostfire.
"Siapa yang berusaha buat bangkit dari siksaan ibuk? Lu. Siapa yang bangkit buat ngurus kita semua? Elu. Siapa yang ngalah buat kita semua? Elu juga. Bahkan, impian lu yang mau ambil hubungan internasional lulusan sarjana, lu mundur dan ambil diploma tata boga, biar gw sama adek-adek bisa ambil sarjana. Lu gak capek nyalahin diri sendiri terus? Lu gak capek selalu bilang maaf ke kita berlima? Lu itu kakak yang hebat, bahkan ayah kembali aja lu maafin, kita maafin, hati lu benar-benar semurni itu untuk memaafkan orang dan siap berkorban demi kita."
"Mas... Lu gak pantas nangis karena gak enak sama ayah, sama kita. Lu harus senang, ayah mau kasih duit nya buat kita karena masih ada rasa tanggung jawab. Ayah juga ngerti, anak pertama nya banting tulang, selalu jadi tameng keluarga, bahkan lu siap di injak sama orang lain supaya gw sama adek-adek gak tau apa yang mereka bilang. Apa perlu gw minta maaf sambil sujud ke elu? Udah dong jangan nangis, pesona duda lu nanti hilang."
Yang memukul kepala Glacier bukan lah Frostfire, melainkan Supra yang sudah menangis sambil memeluk erat tubuh sang kakak. Bukan hanya Supra, semua nya menangis di pelukan Frostfire. Cowok mata biru merah itu menatap Glacier, dia menggenggam tangan sang adek lalu tersenyum manis sambil mengucapkan terima kasih untuk adek pertama nya itu.
Glacier mengusap rambut Frostfire, dia mencium kening sang kakak lalu menatap heran Supra yang masih menangis keras di pundak sang kakak. "Woi bocah, acara maaf-maafan udah kelar. Lu ngapain masih nangis?"
"Hikd... Gara-gara lu... Gw kan niatnya challenge jadi alim ke ayah... Selama sehari... Jadi mewek denger lu ngomong panjang..." Ketiga bungsu Ngalengka langsung mengusap air mata, mereka menatap sang ayah yang hanya bisa menggelengkan kepala sambil menunjuk ke arah Supra yang masih sesegukan. Ya... Ketiga cowok itu gak akan percaya jika bukan di suruh, maka dari itu mereka butuh bukti.
"Ayah?"
"Yah? Yang bener aja?"
"Owalah, ayah apa San yang minta?" Nah kan, yang curiga bukan hanya mereka bertiga yang curiga, tetapi Frostfire juga merasa aneh dengan tingkah adek ke dua nya itu. Ayah hanya menghela napas panjang, beliau mengusap rambut nya lalu terkekeh pelan mengingat percakapan semalam antara dirinya dengan Supra.
"Ayah sudah bilang, biar yang khotbah nanti kamu aja, tapi San kata nya mau jadi anak alim selama hari pertama lebaran ini. Anak nya juga udah bagus ngurus anak tadi, tinggal ditunggu saja jodoh nya."
"ALLAHUAKBAR! AYAH, NANTI DULU!! MAMAS DULU, JANGAN AKU!" Frostfire terkekeh kecil lalu tersenyum miring, dia menjitak kepala Supra dan berbisik pelan di telinga cowok mata merah keemasan itu. "Makanya, lu jangan aneh-aneh. Mampus kan disuruh nikah duluan."
Komentar
Posting Komentar