rahasia mendalam

Solar membuka mata nya, dia memegang kepala nya lalu menoleh ke kanan-kiri, masih berada di kamar. Tapi kenapa bau kamar nya seperti terbakar?

"Kak? Kakak dimana?" Solar berdiri lalu berjalan keluar kamar menuju ruang tengah, tubuh nya terhenti sejenak, mata nya menatap dua orang yang sedang bertengkar. Familiar, bukankah itu bunda dan ayah?

"Berapa kali kamu selingkuh?! Dan aku yang dituduh?!"

"Kamu pikir aku gak tau? Kamu jalan sama teman kantor mu itu, terus siapa lagi kalau bukan selingkuhan mu?!"

"Bun, ayah kerja untuk keluarga kita. Mana mungkin ayah selingkuh?!" Bunda menampar ayah, dia menunjuk ke wajah suami nya lalu berteriak histeris. "SELALU SAJA AKU YANG DITUDUH, PADAHAL KAMU SENDIRI SELINGKUH DARI AKU!"

"Gak, bukan begitu—." Bunda pergi menuju kamar, pintu kamar dibanting keras membuat pria itu menghela napas panjang. Solar yang mendengar pertengkaran itu hanya bisa terdiam, mata silver nya melirik ke arah kamar sebelah nya. Terlihat Ice kecil yang mengintip sembari meremat boneka paus milik nya, Solar mulai menebak-nebak, apa mungkin Ice tau semuanya? 

Tiba-tiba saja, tubuh nya terseret dan sekarang cowok mata silver itu berada di luar. Dia menatap sekeliling, merasa tempat ini adalah tempat dimana dia pernah kunjungi sebelum nya.

"Mau sampai kapan kamu nunggu dia?" Solar melirik ke arah bangku taman, dia bersembunyi di semak-semak. Dia mendengarkan percakapan antara bunda dengan pria lain. "Ya aku maunya dia yang peka, capek sendiri ngurus anak-anak bahkan dia sendiri gak bantu aku."

"Kan aku udah bilang, cerai. Dulu nekat banget nikahin dia, udah tau gak bakalan ngerti isi pikiran nya. Kalau ternyata dia selingkuh?" Solar ingin sekali memukul pria yang menghasut bunda nya, dia menatap wanita yang sudah melahirkan nya itu. Bunda hanya terdiam lalu menghela napas panjang, sudah dipastikan wanita itu terpengaruh bujuk rayu si setan itu.

"Aku yakin dia gak akan selingkuh."

'Ya emang nya ayah mau selingkuh sama siapa? Tampang nya aja kek dedemit.' — Solar

"Dia selingkuh, kenapa kamu masih percaya sih sama omongan nya?!" Pria itu berdiri, dia mengusap wajah nya lalu izin pergi meninggalkan bunda. Solar berdiri, dia mengacungkan jari tengah ke arah pria itu. Untung saja dia tidak terlihat, mana mungkin dia kelihatan.

"Bun, kata ku mah beruk kek dia iri dengki doang. Ayah mana mungkin selingkuh? Bentukan ayah aja kek setan, sebelas dua belas kek kak Aze..." Gumam Solar sembari menatap bunda yang sudah pergi menjauh dari taman, cowok mata silver itu mengikuti langkah nya, dia berhenti sejenak di parkiran lalu termangu dengan apa yang dia lihat. Bunda tersenyum licik, tangan nya memegang palu yang berdarah, sedangkan korban yang bunda pukul ternyata teman kantor ayah.

Solar memundurkan langkah nya, dia tidak salah lihat kan? Apa maksudnya? Bunda?

"Bun..."

"Akhirnya kamu mati juga, gak sia-sia aku sabotase nomor suami ku sendiri. Memang benar ya, kamu jalang, mau ambil anak-anak aku juga, kan?!" Bunda memukul kepala wanita yang sudah tak bernyawa itu, Solar menahan jeritan nya. Dia merasa takut, benar-benar takut. Bunda yang manis, lembut, penyayang, ternyata seorang pembunuh? Se takut itukah jika suami dan anak-anak nya direbut oleh orang lain?

Solar buru-buru pergi dari sana, dia mengatur napas nya lalu menatap Ice kecil yang memeluk boneka nya erat. Mata biru laut itu ketakutan, dia melihat jelas pembunuhan tadi. Solar menghampiri kakak nya, tetapi seakan bayangan yang tak terlihat, tangan nya tak bisa memeluk tubuh kecil sang kakak.

"Kak... Plis kak... Lari..." Percuma, suara Solar seakan angin lalu oleh Ice. Bocah itu hanya bisa mematung dan tak berani pergi dari tempat persembunyian nya. Solar hanya bisa berharap, Ice menjadi saksi atas pembunuhan ini. 

╞═════π– π‘Ίπ’–π’˜π’‚π’π’…π’‚π– ═════╡

Mata Solar kembali terbuka, kini dia berada di bagasi rumah. Cowok mata silver itu mengerutkan kening nya, ini mimpi lagi atau kenyataan?

Bughh

"Anak sialan! Mati saja!" Solar mengendap-endap di sebelah mobil, mata nya membulat melihat Halilintar kecil di pukul sama bunda. Dia menutup mulut nya, tidak percaya dengan apa yang bunda lakukan. Tidak mungkin, itu bukan bunda pasti, karena bunda tidak pernah memukul anak nya sendiri.

"Bundaa!!! Maaf!!!" Halilintar memeluk kaki bunda, sayang nya wanita itu menendang bocah mata merah gelap itu hingga mengenai pintu mobil. Bunda masuk ke dalam rumah, meninggalkan Halilintar yang meringkuk kesakitan. Bocah itu duduk di lantai bagasi, dia menatap kosong ruangan itu.

"Bang..." Ingin sekali Solar menghampiri sang kakak, namun bocah itu sudah berdiri dan masuk ke dalam rumah. Segera saja Solar ikuti langkah Halilintar, dia terus mengejar kakak nya dan terhenti ketika merasa dunia nya seakan menggeret nya kembali ke bagasi. Cowok mata silver itu mengacak-acak rambut, kacau, mengapa seperti ini?! 

"Arghh!! Ini dimana sih sebenarnya?!" Mata nya menelusuri bagasi rumah nya sendiri, tatapan nya menajam ketika melihat seseorang yang mengotak-atik mobil. Sebentar, itu bukankah pria yang mengobrol dengan bunda waktu di taman?

Mata nya membulat ketika mengingat kejadian kecelakaan yang dimana bunda pergi dari rumah dan ayah yang di rumah sakit sampai akhirnya Tuhan mengambil ayah. Solar mengatur napas nya yang memburu, mata nya terpejam, menahan amarah yang memuncak. 

"Bangsat... Jadi selama ini disabotase?" Solar ingin pergi dari sana, tetapi kaki nya seakan kaku. Dia melirik ke arah pria itu, yang di tatap hanya terkekeh kecil lalu memukul kepala Solar dengan kunci inggris. Cowok mata silver itu meringis kesakitan, dia memegang kening nya lalu melihat tangan nya yang berlumuran darah.

Tangan kiri nya mengambil hanger, dia menancapkan ujung hanger ke telinga pria itu. Pria itu menjerit kesakitan, segera saja Solar kabur dari sana. Setelah di rasa menjauh dari rumah, dia mengatur napas nya. Solar baru ingat, Blaze sudah tau jika kecelakaan itu disabotase, tapi Blaze udah dapat pelaku nya kah? Sedangkan mereka waktu kecil masih fokus dengan ayah yang masuk rumah sakit.

"Jangan sampe bunda sama ayah ke taman, gw harus jemput dua kakak gw—." Kepala Solar terasa sakit, dia menatap ke belakang dan terlihat pria itu tersenyum lebar dengan celurit dengan noda darah. Cowok mata silver itu meringis kesakitan, dia benar-benar tidak bisa kabur lagi.

"Mati saja kau, orang asing!"

╞═════π– π‘Ίπ’–π’˜π’‚π’π’…π’‚π– ═════╡

Solar terbangun, dia mengatur napas nya lalu menggerayangi tubuh nya. Tidak terluka, tapi apakah ini mimpi lagi?

"Aww, ini bukan mimpi... Jadi tadi mimpi apaan?" Solar menatap sebelah nya, terlihat jelas Blaze memeluk nya dengan erat. Cowok mata merah menyala itu terlihat lelah, Solar tidak tega untuk membangunkan kakak ke empat nya. Segera saja dia turun dari ranjang dengan perlahan lalu keluar dari kamar untuk mencari Ice.

Ice yang baru saja dari dapur hanya terdiam menatap Solar yang ketakutan, segera saja cowok mata biru laut itu menghampiri adek nya lalu mengusap wajah Solar. "Kenapa? Kok muka lu pucat begitu?"

"Kak... Takut... Semuanya sabotase..." Ice merasa kebingungan, dia memeluk erat tubuh Solar lalu mengajak cowok mata silver itu untuk tidur kembali. Awal nya Solar menggelengkan kepala nya, tetapi setelah di cek bahwa suhu tubuh Solar masih tinggi, mau tidak mau Solar menuruti omongan Ice.

Kini Solar berada di tengah ranjang, sebelah kanan ada Blaze yang tertidur nyenyak, sedangkan sebelah kiri ada Ice yang terus menenangkan Solar.

"Gw mimpi tadi... Bunda bunuh orang, nuduh ayah selingkuh, terus... Terus juga..."

"Itu cuma mimpi, Lar. Istirahat dulu, lu kecapekan akhir-akhir ini. Tenangin diri, ok?" Solar menggelengkan kepala nya, dia ingin memberitahu semua tentang apa yang dia lihat, tetapi Ice terus menyuruh nya untuk tidur. Solar terpaksa memejamkan mata nya dan akhirnya cowok mata silver itu tertidur lelap setelah Ice nyanyikan lagu penghantar tidur. 

Jangan bertanya lagu apa yang dia nyanyikan, tidak lain Crossroads—GFriend.

Cowok mata biru laut itu mengusap wajah nya, dia menatap Solar lalu menatap Blaze. Dia tidak ingin mengingat bagaimana bunda dengan ayah bertengkar, bagaimana dengan luka Halilintar yang begitu parah dan kepergian bunda. Dia tidak ingin mengingat nya, sudah terlanjur mencari semua, dan sekarang diri nya diancam oleh pria misterius.

Biarkan semua nya terkubur dalam, Ice hanya ingin kehidupan yang tenang. Bunda kembali atau tidak, itu urusan nya, dan Ice tidak ingin mencampuri urusan mereka yang bermain sabotase dan kembali menghancurkan keluarga nya lagi.

'Gw harap lu udah mati, tolong jangan kembali lagi ke rumah. Cukup ayah yang pergi, dan cukup wanita itu mempermainkan kita semua.'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berubah

Taufan

Kembali