eksekusi dan pulang

Beliung masuk ke dalam kamar, dia menaruh kresek berisi nasi cokot di lantai lalu mengambil dua. Yang satu untuk Taufan dan yang satu untuk nya, ya kali buat dia semua. Sadar diri makan gak boleh rakus.

"Nih, yang lain mana?" Taufan membuka kertas nasi lalu memakan nasi cokot nya, dia menunjuk ke arah kamar mandi. Terdengar keributan di antara keempat orang itu, lebih tepat dua orang remaja dan dua bocah yang main air. Tau lah rusuh nya memandikan anak kecil, apalagi pagi hari, sangat amat menguras tenaga.

"SINI GAK?! BELUM SELESAI MANDI NYA!"

"AAA TOYONGG!!!"

Byurr

"Pegang Halilintar, gw mau guyur si Gempa."

"NDAKKK, THALIAN MEMAKAI CAYA KEKEYACAN!!!" Beliung dan Taufan menghela napas panjang, mereka berdua saling tatap lalu tersenyum manis. "Habis makan kita mandi di bawah aja, ada kok toilet dekat musholla."

"Othee!" Mereka berdua makan bersama sampai selesai, pas juga keempat orang itu baru keluar dari kamar mandi. Beliung meringis melihat si kembar Ngalengka yang telanjang dada dan hanya handuk menutupi bagian bawah. Berbeda dengan dua bocah itu, mereka telanjang bulat, tapi sepertinya mereka sudah dikeringkan pake handuk.

"Mandi gih, gw sama Wicak mau dandanin nih duo bendul."

"Cih, thamu ndak aguss jadi papah thu." Supra mentoyor kepala Halilintar, dia membawa bocah itu keluar kamar lalu suara cempreng Halilintar terdengar jelas di seluruh asrama. "NDAKKK!!! NDAK MAU CAMA IAWAK!!!"

•❅──────✧❅𝑺 𝒖 𝑵❅✧──────❅•

Saat ini mereka berenam sudah di aula, mendengarkan pembagian diskusi. Supra bersama Taufan satu kelompok, Sori bersama Halilintar dan Beliung bersama Gempa. Jangan tanya nanti diskusi apaan, takut banget yang mereka diskusi malah cara membuang biawak di halaman belakang asrama karena Halilintar sudah parno hampir di gigit waktu diskusi pertama di malam hari ke-dua.

"Nah, sekarang bubar dan silahkan cari tempat paling nyaman buat diskusi." Yang bilang itu Gamma, wajar ucapan nya kek ngajak gelud. Akhirnya kelompok Supra keluar dari aula dan mereka ke halaman belakang asrama, yang ngide si Supra, kata nya dia mau ngasih makan biawak. Ini anak udah kebanyakan bohong, beneran di ngap sama biawak.

"Duduk di sini aja ya, kita diskusi sekalian nentuin presentasi apa nanti." Semuanya mengangguk, mereka duduk melingkar lalu mulai berdiskusi. Tema yang mereka angkat adalah apatis, jujur saja, Supra mulai menyukai pembahasan mengenai apatis. Cowok mata merah keemasan itu mengajak ngobrol yang cewek sama cowok di kelompok nya dan berhasil untuk memancing obrolan.

Mereka terus membahas sampai dimana Supra mulai bertanya mengenai hal mendasar dari diskusi yang seharusnya ramai di kelas kemarin. "Kita kek gini tuh ramai banget, tapi kalau di kelas kenapa senyap dah?"

"Ya... Takut sih, kek lu mau nanya apa dan pas lu tanya juga belum tentu pertanyaan lu ditanggapin." Ujar salah satu teman kelompok Supra, Supra dan Taufan mengangguk, mereka berdua saling tatap lalu bocah mata biru langit itu membuat tulisan dan memberi buku nya ke teman nya.

"Tuh, kata Taufan mah kalaupun dia udah balik ke wujud semula nya, dia bakalan jawab yang sama. Ya gak, kipas angin?"

"Acot betul lahh motol enihh." Semua nya tertawa, tapi bagi Supra, dia langsung terdiam ketika melihat raut wajah Eshvina yang termenung dan hanya menunduk. Cowok mata merah keemasan itu menyenggol lengan Taufan, bocah mata biru langit itu menatap teman nya heran, dia melirik wajah cewek rambut merah kecoklatan itu lalu ber-oh ria.

Dasar si khawatiran, ini mah naksir bocah nya.

"Nuduh gw naksir, gw buang ke empang biawak."

"Iawak muyu, noh Ayin di buang juda. Huhh..." Taufan menghampiri Eshvina, dia mengajak ngobrol cewek itu dan hanya butuh beberapa menit cewek itu tertawa kecil. Supra tersenyum kecil, mata nya kini melirik ke arah cewek rambut bob yang berada di sebelah nya. Cewek itu berdecih, dia mencubit pelan paha Eshvina membuat cewek rambut merah kecoklatan itu meringis.

'Ribut mulu, kek situ bakalan naik. Lagian buat apa sih rebutan naik ke lembaga fakultas? Stress banget.' — Saneira Supra.

"Apatis nih bakalan kek apa?" Taufan menulis kembali di buku, dia memberikan buku nya ke Supra dan cowok mata merah keemasan itu berbicara seperti yang ditulis Taufan. Mengenai apatis, mungkin dia akan membawa beberapa kasus seperti susah nya diajak kerja sama, tidak mau muncul padahal sudah diajak dan mungkin sedikit membahas tentang tidak peduli nya kesadaran diri.

Omong-omong tidak sadar diri, dia tersenyum licik. Mata nya menatap cewek rambut bob itu lalu menulis beberapa kesimpulan dan apa saja cara supaya tidak apatis, menurutnya memang susah, tapi tidak ada salah nya untuk mencoba saat presentasi.

"Gengs, kita masuk dulu ke dalam. Udah adzan dzuhur, takut gak keburu buat sholat dhuhur sama makan siang." Semua nya mengangguk, mereka berdiri lalu berjalan kembali masuk ke dalam asrama. Supra memegang pergelangan tangan Eshvina sambil menggendong Taufan, mata nya menatap mata coklat cewek itu.

"Lu harus berani, maaf kalau gw nanti nyenggol masalah lu berdua."

"Sup, jangan!"

"Udah lah santai, gw kan gini-gini mau ada kekeluargaan, bukan cuma minta dimengerti tetapi malah ngilang gitu aja." Eshvina menatap datar Supra, dia menepuk pelan tangan cowok mata merah keemasan itu lalu menjitak kepala cowok itu. "Eh kutu kupret, lu pernah pacaran ya makanya bahas begitu?"

"Asu? Gw punya pacar aja enggak, lu ngira muka gw play boy?"

"Iyahh/emang!" Supra menutup mulut Taufan lalu berjalan duluan masuk ke dalam asrama, Eshvina tertawa terbahak-bahak lalu menyusul cowok mata merah keemasan itu di belakang nya. Taufan memukul tangan Supra lalu menggigit tangan cowok mata merah keemasan itu, Supra meringis lalu melepaskan tangan nya dari mulut si bocah.

"Kipas?! Sakit!"

"Nyenyenye, ma'am dimcum!"

"Ngelunjak, sama bapak lu yang bencana alam lah!"

"Maksudnya bawa gw apa ya pasutri?" Ya allah, tuduhan macam apa ini...

•❅──────✧❅𝑺 𝒖 𝑵❅✧──────❅•

Halilintar menguap lebar, dia menatap Sori yang guling-guling di lantai sambil berteriak histeris. Ya... Bocah mata merah gelap itu tau kalau Sori itu kebanyakan tingkah, tapi kalau begini mah bukan kebanyakan tingkah lagi, sudah masuk golongan butuh pengobatan.

"Arwisgahsganbsksnsksksn, roarrr!!"

"Ya allah..." Halilintar menghampiri teman nya, dia memukul kepala Sori lalu menggeret si mini Ngalengka itu ke belakang. Yang di pukul cuma meringis kesakitan, dia pasrah saja digeret sama anak kecil. Mereka berdua saling bertatapan lalu Sori memeluk tubuh mungil Halilintar membuat si empu merasa ketakutan. 

"Apaa inihhh?!"

"Tolong... Gw udah gak kuat... Gw mau pulang..."

"Ntal puyang, Icak. Thamu thenapa astagahh..."

"Gak... Gw gak kuat... Apakah gw perlu kasih wasiat ke saudara-saudara gw?" Oke, terdengar alay, ini Sori antara dirasuki Supra atau emang otak nya sudah miring? Tiba-tiba amat mau bikin surat wasiat. Halilintar menahan wajah Sori, dia menampar pipi teman nya meskipun tidak kencang-kencang amat.

"Cadal duyu, thamu macih muda, anan umbang. Yumayan ntal diyobi cama Gub ancung."

"Lu ngawur atau—."

"Ini diskusi apaan? Bahas colong mangga?" Kedua orang itu menoleh ke arah belakang, Halilintar melambaikan tangan nya karena sudah tidak kuat dengan Sori, sedangkan Sori menggelengkan kepala sambil menutup mulut Halilintar. "Kepo bae si Gub, btw ini langsung presentasi kah?"

"Ya lu mau nya kapan, Sori?"

"INGGU EPAN!"

"Anak kecil tidak boleh berkontribusi!" Halilintar menjambak rambut Sori, dia turun dari pangkuan cowok mata mint itu lalu berjalan menuju Supra sambil berteriak 'Icak anak yiya!!!'

Gub Arden tertawa kecil, dia menepuk pelan pundak Sori untuk ikut menyusul Halilintar. Sori mengangguk, dia berjalan menghampiri Halilintar lalu menyentil pelan dahi bocah itu. "Cerewet nih, nanti gak gw kasih susu strawberry."

"Auu, manahh?" Sori mencubit pipi Halilintar, mereka berdua teriak bersama sampai akhirnya Beliung dan Gempa memukul punggung mereka untuk diam. Sekarang semua nya memperhatikan kak Sean yang membagikan waktu siapa saja yang presentasi, yang pertama itu kelompok nya BoBoiBoy.

Kelompok BoBoiBoy menjelaskan mengenai acuh tak acuh, penjelasan, bagaimana dampak nya dan apa saja cara menyelesaikan masalah ini. Awal nya mereka hanya memberikan solusi dengan cara sukarela per bidang untuk diskusi dengan memberi poin seperti bintang, namun, semakin lama perdebatan antara kelompok nya dengan para peserta dan BEM IKM, seperti menonjolkan untuk memaksa ikut supaya mengejar target diskusi.

Supra berdecih, sudah dia duga jika pada akhirnya seperti menekan salah satu pihak. Cara efektif menurut nya sih dengan ngopi, tapi gak semua orang menyukai ngopi dan nongkrong. Lalu apa?

Setelah berdiskusi dan akhirnya mereka menyimpulkan bahwa tidak semuanya harus dengan paksaan, tetapi bagaimana cara nya mereka bisa mengajak dan membuat yang acuh tak acuh ini bisa berkontribusi dalam kelembagaan.

Sekarang girilan kelompok nya Supra, mereka maju untuk membahas mengenai Apatis. Supra dan teman-teman nya menjelaskan dengan detail apa itu apatis, bagaimana ciri-ciri nya, apa saja dampak nya dan juga solusi nya.

Tiba saatnya kelompok mereka di tanya mengenai bagaimana cara nya untuk membujuk anggota yang apatis dan Supra menjawab nya dengan tegas. "Terkesan memaksa saja kita tidak bisa, apalagi kalau kita lakukan dengan pelan-pelan. Menurut ane, si apatis ini tuh perlu disadarkan tapi bukan pakai kekerasan. Senggol terus, sampai dia sendiri tau salah nya di mana yang bikin kelembagaan itu sepi."

"Ngawur... Kek lu nekan orang nya, Supra." Supra hanya terkekeh pelan, dia menatap Halilintar yang mengangkat tangan nya lalu bersuara cadel seperti anak kecil pada umum nya. "Ntuhh, thalo ita—."

"Eh plis, itu si Hali terjemahin dong." Halilintar bersiap untuk teriak, untung saja Sori menutup mulut nya dengan permen rasa Strawberry, ya tau lah anak kecil bentukan kek Halilintar tuh langsung anteng kasih begituan.

Sori menghela napas sejenak, dia menatap tulisan Halilintar lalu mengangkat tangan nya untuk mewakili salah satu anggota kelompok nya. "Wicaksono Sori Ngalengka dari PBSI, begini, kalo kita sadar diri kita apatis kan katanya harus sering berinteraksi ya. Nah, kalau kita udah berinteraksi tapi ada yang gak suka sama kita sampai di fitnah gitu, gimana?"

"Nih fitnah dalam bentuk apa ya, bapak Wicak?" Sori berdecih, dia mengepalkan tinju nya membuat Supra terkekeh pelan. Cowok mata merah keemasan itu mengusap rambut nya, sebenarnya dia paham apa yang dimaksud ucapan Sori. Cowok mata mint itu hanya membantu Halilintar untuk bertanya, tetapi pertanyaannya seakan menjebak salah satu orang dari kelompok nya.

"Sebenarnya gak ada guna nya juga untuk di fitnah, lagipula kita kembalikan lagi ke hal mendasar pada diri nya. Apatis, tidak peduli dengan lingkungan sekitar terlebih lagi mengenai kejadian terbesar yang sedang melanda. Lalu, kenapa bisa si apatis ini kena getah dari orang yang tidak suka pada diri nya?"

"Pertama, si iri ini merasa dapat saingan. Coba deh, kita selama di lembaga ada dengar gak kabar tentang rebutan kelembagaan baik itu fakultas maupun universitas? Ada pasti, itu gak bakalan bisa dipungkiri untuk di bodoamatin. Lalu, si iri ini mengira jika si apatis akan naik, nyata nya dia naik gak selama satu periode itu berjalan saat di himpunan? Enggak kan?"

"Ke dua, si iri merasa tersudut oleh si apatis. Kita kembalikan ke mana? Betul, sikap bodoamat nya si apatis, kenapa si iri ini malah merasa tersudut? Lah, si apatis juga gak peduli. Harus nya yang diliat si iri ini malah yang lebih aktif daripada si apatis."

"Dan ketiga, secara pribadi, ane minta maaf karena ngatain dia itu tolol. Ngapain saingan sih? Lu gak bisa saingan secara sehat? Kalau gak suka, mending mundur dah daripada iri-iri an. Lembaga butuh nya orang yang siap terima kritik dan masukan, bukan terima kritik tapi dielak. Mundur dari jabatan sekarang sebelum elu siap jadi orang yang berpikir rasional." Supra mengetuk papan tulis dengan kencang, mata nya menatap sinis ke arah cewek rambut bob itu. Cewek itu menunduk saja, tidak berkutip sedikitpun. Setelah sesi debat sedikit antara para cowok—kecuali Taufan—dengan peserta dan BEM IKM, kelompok Supra kembali ke barisan.

Cowok mata merah keemasan itu menarik kapan dalam-dalam lalu membuangnya dengan perlahan, Taufan yang merasa takjub dengan teman nya langsung tepuk tangan, dia menatap binar wajah lelah teman nya itu membuat Supra merasa lebih tenang dengan tingkah imut Taufan.

"Keyennn!!! Cupla hebat!!!"

"Woo jelas dong, temen lu nih, ya kali orang sinting." Taufan terkekeh kecil, dia merentangkan kedua tangan nya lalu digendong oleh Supra menghadap depan. Kepala bocah mata biru langit itu disandarkan di pundak Supra, mata nya terpejam setelah mendengarkan debat antara kelompok nya dengan yang lain. Ini kalau Taufan balik ke wujud semula juga bakalan bilang 'debat capres-cawapres, cuk.'

Sekarang girilan nya kelompok Sori, cowok mata mint itu menghela napas panjang lalu memulai presentasi. Dia mengambil tentang tertutup yang dimaksud dengan ekslusif, menjelaskan apa saja, lalu contoh dan bagaimana cara menghadapi nya. Sayangnya Sori itu lupa, kembaran nya punya seribu satu akal yang bisa memberikan pertanyaan yang menjebak, cowok itu betul-betul lupa siapa yang dia hadapi di sini.

"Saneira Supra Cahya, dari PTI, mau tanya."

'Anying... Berbobot nih anak...' — Wicaksono Sori.

"Ya... Silahkan..." Supra tertawa kecil, dia menarik napas nya perlahan lalu menatap kembaran nya sambil tersenyum miring. "Tadi kalian bilang nya ajak diskusi, emang diskusi beneran bisa bikin dia bakalan mau ikut? Secara, tertutup kan? Cara lain ada gak selain diskusi dan nongkrong santai gitu? Kita udah pakai cara itu semua kan di setiap presentasi. Dan kenapa harus diskusi? Forum selain itu ada gak? Ane serius, kenapa harus diskusi dan diskusi sedangkan orang lain aja belum tentu mau diajak buat ke forum kita."

Sori... Kamu bisa, kamu kuat, pertanyaan Supra begini tuh bisa digaplok pake piring cantik hadiah dari sabun colek nya mamas mu, ganteng.

•❅──────✧❅𝑺 𝒖 𝑵❅✧──────❅•

"GW GOROK LEHER LU YA, CAHYA!" Supra tertawa terbahak-bahak, dia kabur ke kamar untuk beberes barang. Sudah memasuki waktu ashar, saatnya membereskan semua barang dan kembali ke rumah. Sayang nya mereka berenam di panggil oleh panitia, lagi-lagi apa? Ngumpul di aula.

Ini mau ngapain lagi sih? Gumoh betul mereka berenam.

"Sori!!! Gempa!! Sini!!!" Mereka berdua terdiam sejenak, terlihat bidang Organisasi per himpunan merapat untuk berfoto bersama Departemen Organisasi BEM dan komisi III Controlling IKM. Supra dan Halilintar yang diseret sama Sean bergabung ke bidang Kemahasiswaan, Halilintar memegang kotak donat sambil berteriak histeris.

Di bidang Kominfo, Beliung dan Taufan bersama para Kominfo lainnya saling mengobrol. Gamma datang bersama Lillah, Lillah memberikan kotak berisi empat donat. Dia tersenyum bahagia melihat anak-anak nya ikut meskipun tidak semua. 

"Aaaa, selamat ya dedek gemes!!" Taufan tersenyum lebar, dia menepuk-nepuk tangan nya sedangkan Beliung yang menggendong Taufan hanya tertawa kecil bersama kedua teman nya. Mereka berfoto bersama, Taufan yang digendong oleh Gamma sambil menunjukkan kotak donat nya.

"Makasih ya udah pada ikut LKTF, maaf banget buat Taufan jadi terpaksa ikut."

"Ndak papah, ada papah enih jadain ita cemua." Gamma tersenyum kaki, dia yang masih menggendong Taufan segera saja mengayunkan anak itu membuat jeritan si kecil Windara itu menggelegar di aula.

"AAAAA YEPASSS!!!"

"ANAK KECIL BETULAN GW BUANG KE KALI CILIWUNG!" Halilintar dan Gempa terdiam, mereka menatap si kembar Ngalengka. Supra mencolek pundak Halilintar sambil menunjuk ke arah Taufan yang sedang memukul wajah Gamma.

"Noh, kalo bandel nanti digigit lagi sama Biawak."

"Huweee.... Yuyi!!!" Bagaimana nasib Supra? Digebuk sama Sori sampai cowok mata merah keemasan itu kejengkang dari atas audien pemateri.

•❅──────✧❅𝑺 𝒖 𝑵❅✧──────❅•

Duri menggendong Blaze ke dalam kamar, dia merebahkan bocah itu di kasur bersama Ice. Banyak cerita dari Blaze dari dia hampir di makan sama biawak, di ancam sama Nova kalau gak nurut bakalan jadi umpan piranha dan Ice yang joget-joget di dapur buat nyiapin makanan para peserta bikin Blizzard frustasi berat.

Meskipun Ice tidak menceritakan seluruh nya mengenai ketiga kakak nya, tapi yang pasti, bagi dia, ketiga kakak nya itu benar-benar menjadi peserta di aula dan ikut berpartisipasi dalam kelompok diskusi.

Duri merasa bingung, diskusi apa yang mereka bahas? Dan kata Ice kan, mereka terpecah jadi dua kubu, yang satu kubu kelembagaan, yang satunya lagi kubu temperduo alias para panitia.

Cklekk

"Ceyamat datang ke yumah!!" Suara Gempa, Duri mengenal suara itu. Segera saja dia menutup pintu kamar Blaze lalu menghampiri kakak-kakak nya yang berada di ruang tengah. Gempa menoleh ke arah Duri yang berlari kecil ke arah mereka, yang pertama memeluk tubuh Duri ialah Halilintar. Bocah itu menangis keras membuat cowok mata hijau gelap itu kebingungan.

"Loh? Dedek kenapa nangis? Coba bilang sama Duri."

"CUPLA... CUPLAA IYANG AUU GIGIT ATHUU PAKE IAWAK... HUWAAAA!!!"

"Eits, enggak kok. Ntar bang Supra yang digigit sama Biawak, jangan nangis yaa." Duri mengelap air mata Halilintar, dia menggendong Halilintar lalu menatap Gempa dan Taufan yang sudah memeluk nya di kedua kaki nya. "Eh? Kenapa ini?"

"Yuyii, tidul balengg."

"Iyahh iyahh, athu auu pelotes cama thelatuan meyeka!" Duri tersenyum manis, dia mengangguk lalu menyuruh kedua bocah itu mengikutinya menuju kamar nya. Membiarkan mereka bertiga bercerita, setidaknya mereka benar-benar baik-baik saja. Duri sudah bersyukur, sangat bersyukur bahwa mereka berlima tidak kenapa-kenapa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berubah

Taufan

Kembali