Taufan dan masa lalu
Ke-enam nya kini berada di warmindo dekat kampus, iya, jangan tanya deh. Yang ngide si Taufan, katanya dia kangen aja ke warmindo yang dekat sama kampus dan pas banget sebelahan sama kampus tetangga. Ke-enam cowok itu kemudian memesan indomie goreng, mie Bangladesh, roti bakar dan es teh. Setelah writer itu menjauh, ke-enam nya menaruh kepala di atas meja. Kelelahan sore kemarin disuruh potong sapi dan kambing yang se bejibun itu.
"Aturan makan gacoan di sebelah."
"Ngawur, macet sama rame begitu, lagian juga ngapain makan gacoan? Lu pada kan gak doyan pedes?" Supra memutar mata nya, dia merasa bingung dengan permintaan si Beliung yang dadakan mengajak ke warmindo. Biasanya juga Beliung ngajak bakar-bakar ke kost nya, apa jangan-jangan digusur sama si hijau neon itu?
"Hehh... Bosen bener gw... Main ke mana gitu?" Halilintar menggaruk tengkuknya, dia tidak bisa izin lama bermain. Jujur, ketiga Suwanda itu sudah mint izin ke Duri hanya sampai malam, Duri tentu saja mengizinkan mereka bertiga bermain bersama teman-teman nya, hanya saja, diberi waktu jangan sampai tengah malam.
Berasa lapor ke mama...
"Kita main ke Bogor bentar, mau?" Semua nya menoleh ke arah Sori, dia menatap kelima teman nya lalu menunjukkan destinasi yang akan mereka kunjungi. "Setu Lebak Wangi? Di Parung?"
"Yang lain, itu mah kek kita di bendungan."
"Yang mana?" Tanya Halilintar yang dibalas dengan Gempa menunjuk ke arah kampus mereka. "Belakang kampus apa?"
"ITU SITU GINTUNG!" Beliung dan Taufan mencubit pinggang Gempa, si empu merasa kesakitan langsung meminta maaf lalu bertanya lagi kepada kelima teman nya. "Terus mau nya ke mana? Ke tempat LDKM?"
"Aduh... Kenangan buruk betul..." Supra memukul mulut Beliung, dia menggelengkan kepala menyarankan kepada Beliung untuk tidak mengucapkan hal seperti itu. Beliung langsung meminta maaf, dia menunjuk HP Sori yang mengarah destinasi wisata tempat lainnya. "Ke Puncak, gas lah!"
Semua nya setuju dengan ajakan Beliung kecuali Taufan, cowok mata biru langit itu hanya terdiam. Makanan sudah datang, mereka berenam memakan pesanan nya. Setelah makan minum dan membayar pesanan masing-masing, mereka bersiap menuju tempat di mana mereka akan jalan-jalan. Sepanjang perjalanan, Taufan hanya diam dan Beliung yang mengendarai motor Taufan kebingungan dengan teman nya itu.
Tumben sekali Taufan diam, biasanya juga berisik dan menunjuk ada makanan enak. Sesekali juga cowok mata biru langit itu akan membahas keadaan bunda nya atau keadaan Beliung yang sudah membaik atau belum. Jujur, Taufan diam itu sesuatu yang aneh untuk Beliung. Karena menurut nya, hanya Taufan yang perhatian dengan diri nya, sebenarnya tidak hanya Taufan, tapi yang tau rahasia kelam nya hanya Taufan.
"PAN?! LU KENAPA DIAM?" Beliung bertanya dengan suara nya yang besar, cowok mata biru langit itu hanya berteriak 'hah' lalu menggelengkan kepala. Beliung semakin curiga dengan teman nya, segera saja dia mencubit paha Taufan membuat si empu meringis kesakitan.
"SAKIT SETAN! KENAPA SIH TETIBA BANGET CUBIT GW?"
"GW TANYA, LU KENAPA? JAWAB JUJUR!" Taufan melirik ke arah jalan, dia tidak ingin menjawab pertanyaan Beliung. Untung saja Beliung melihat lampu merah, dia menghentikan motor nya dengan rem mendadak membuat Taufan hampir kejengkang. Cowok mata biru langit itu memukul helm milik Beliung, dia menghela napas kasar lalu membenarkan posisi duduk nya.
"Jangan dadakan, setan!"
"Jangan mukul! Jujur sama gw, kenapa lu diam?" Taufan yang bersiap memukul Beliung hanya bisa terdiam, dia menatap rambu lalu lintas tidak ingin menatap teman seperti mimi peri itu. Beliung ingin berteriak namun Taufan membuka mulut membicarakan apa yang dia pikirkan saat ini.
"Percaya kalau gw punya mantan?"
"Hah?" Taufan berdecak sebal, dia menatap spion kiri lalu bertatapan dengan mata biru terang milik Beliung. "Kita ke tempat di mana gw mutusin mantan gw dan tempat di mana gw nembak dia."
"Gimana? Fan?" Di saat Beliung ingin menoleh, lampu merah berubah menjadi hijau, segera saja Beliung menjalankan motor nya. Dia merasa tidak percaya dengan teman nya itu, selama ini Taufan pernah pacaran? Tapi kata dia jomblo selama kuliah ini? Apa jangan-jangan rumor tentang Taufan pernah pacaran sama kakak tingkat beda fakultas itu benar?
Astaga Artareja Beliung, fokus menyetir! Jangan mikirin itu dulu!
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
Sori menguap lebar, dia menatap kesal Supra yang meminum air putih sambil menunggu Halilintar mengisi bensin. Sedangkan Gempa hanya terkekeh kecil melihat teman nya itu cemberut, dia menatap Halilintar yang menghampiri mereka bersama motor nya. Cowok mata merah gelap itu menutup tangki bensin dan menutup jok motor, dia menatap Supra yang menghampiri diri nya dengan botol minum.
"Si Liung sama Upan mana dah?" Tanya Supra yang hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh Halilintar, cowok mata merah gelap itu meminum air putih nya, dia menatap Beliung dan Taufan yang baru saja sampai di pom bensin. "Kok lama? Kena macet?"
Taufan hanya menyengir, dia meminta maaf kepada kembaran dan teman-teman nya. Sedangkan Beliung sedari tadi hanya terdiam, dia menatap Taufan lekat-lekat namun dibuyarkan oleh Gempa yang menepuk pelan pundak nya. "Kenapa? Kok tatap kak Upan begitu?" Tanya Gempa khawatir.
"Ah... Enggak kok, betewe, kita lanjut atau enggak?" Gempa menatap bingung Beliung, namun mereka akhirnya kembali melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan, Gempa tidak bisa melepaskan pandangan Beliung yang berteriak ketakutan sedangkan Taufan terus menyalip kendaraan. Orang gila, dia tau jika Taufan berani melakukan adegan seperti itu jika tidak ingin tertinggal oleh mereka.
Lagipula, Gempa sendiri mengendarai motor sangat pelan. Tidak seperti Sori yang—ekhem, mengebut—sebelas dua belas seperti Taufan. Untuk apa mereka mengebut? Astaga...
"Gem..." Gempa hanya berdeham sambil memfokuskan pandangan ke arah jalanan, Sori mengerutkan kening lalu menatap sebentar Taufan yang dipukulin oleh Beliung lalu kembali menatap spion untuk melihat wajah Gempa. "Gw ngerasa kalo Upan nutupin sesuatu."
"Nutupin apaan? Kak Upan mana pernah nutupin rahasia nya? Ya... Kalau masalah rumah atau luar, dia kadang diam sih..." Kalimat terakhir dari Gempa yang sangat pelan suskes membuat Sori merasa paham, jika benar Taufan yang terkenal supel dan 'ayah' gadungan dari sosok Suwanda itu menjadi tertutup, pasti ada sesuatu yang dia tutupi. Tapi apa? Taufan saja memiliki masa lalu yang kemungkinan Halilintar dan Gempa tidak tau, lalu masa lalu apa yang dia tutup rapat?
"Dah sampe, ayo turun." Mereka semua memarkirkan motor lalu mengunci ganda kendaraan, ke-enam cowok itu berjalan menuju wisata yang mereka tuju. Ke-enam nya berhenti di depan kebun teh, mereka jalan-jalan di sekitar sembari menghirup udara sejuk dari perkebunan teh. Taufan terdiam sejenak, dia menatap salah satu warung lalu menghela napas panjang.
Beliung, Gempa dan Sori berhenti, mereka menatap Taufan yang hanya terdiam sambil menatap warung jagung bakar. Alis ke-tiga nya mengkerut, mengamati gerak-gerik Taufan yang mulai berjalan menuju warung tersebut. Supra dan Halilintar yang menoleh ke belakang hanya bisa terdiam, ke-dua nya merasa kebingungan melihat Taufan yang di ekori oleh ke-tiga teman nya itu.
"Psstt, ngapain?" Tanya Supra yang hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh Sori. Cowok mata mint itu menarik tangan ke-dua nya, dia menyuruh mereka berdua untuk diam dan tetap mengikuti ke mana Taufan pergi. Sementara itu, Taufan berhenti tepat di depan warung, dia memanggil si pemilik warung dan yang keluar dari sana adalah bapak-bapak berusia enam puluh lima tahun.
Beliau menatap Taufan, tangan ringkih nya menepuk pelan bahu cowok itu seakan-akan menanti kehadiran nya dari beberapa tahun yang lalu. "Taufan, datang juga akhirnya!"
"Hehehe, maaf Pak, baru bisa datang sekarang." Taufan terkekeh pelan, dia mencium tangan bapak itu lalu duduk di gazebo bersama si pemilik warung. Mereka bercerita banyak, mulai dari Taufan yang sudah lama tidak ke kebun teh, lalu warung yang kadang ramai kadang sepi, dan membahas mengenai masa lalu si cowok mata biru langit itu.
"Cewek mu gak pernah keliatan lagi habis dia datang ke sini setahun yang lalu, dia bilang kalau sekarang kamu fokus kampus terus. Bener?"
"Ah bisa aja, Upan mah fokus karena emang udah saatnya fokus. Emang si Pyo gak cerita, Pak?"
"Cerita apa? Kata nya dia mau nikah tahun ini? Sama kamu kan?" Taufan terbatuk mendengar ucapan si bapak pemilik warung, dia menatap tak percaya lalu mengusap wajah nya gusar. Sedangkan kelima cowok itu juga tidak kalah syok mendengar nama cewek yang Taufan sebut. Pyo siapa? Cewek mana yang Upan deketin?
"Ni... Nikah?" Si pemilik warung itu mengangguk, beliau memberikan teh hangat ke Taufan. Cowok mata biru langit itu menghela napas panjang, tidak menyangka jika janji nya kali ini dicuri oleh orang lain. Salah siapa yang memutuskan hubungan? Taufan sendiri kan?
"Upan baru tau dari bapak, ternyata dia mau nikah, tah... Bagus deh, gak sia-sia kita putus baik-baik." Si pemilik warung merasa emosi milik Taufan kembali terpendam, beliau menepuk pelan kepala cowok itu supaya menceritakan semua nya. Awal nya Taufan merasa bingung, tetapi, melihat raut khawatir dari sang bapak membuat Taufan merasa tak enak hati, akhirnya dia menceritakan semua tentang kejadian mengapa mereka berdua putus.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
Flashback mengenai masa lalu Taufan yang berhubungan dengan cinta, waktu itu Taufan masih berusia tujuh belas, masa di mana dia mulai mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan tinggi yakni kuliah. Dia iseng ke kampus yang di mana ada olahraga nya, ternyata yang dia datangi itu kantor PMB.
Segera saja dia bertanya kepada petugas dan apa saja fakultas dan jurusan yang berkaitan dengan olahraga. Ternyata hanya satu, POR, itupun baru saja muncul sekitar beberapa tahun yang lalu. Taufan hanya mengangguk lalu dia berjalan mengelilingi kampus sembari melihat yang di atas, kata petugas nya, di atas ada fakultas Hukum, mungkin saja Taufan akan tertarik?
Cowok mata biru langit itu mengendarai motor nya keluar dari gerbang kampus, dia menuju tanjakan dan berbelok ke arah kiri. Pas sekali di kiri ada fakultas yang dia cari, segera saja Taufan parkiran motor nya lalu masuk ke dalam gedung tersebut. Mata nya membulat, merasa takjub dengan isi gedung. Kaki nya melangkah pelan menuju kesekretariatan lalu bertanya di mana tempat PMB bagian hukum.
"Walah, kakak nya mau masuk di sini?"
"Ah enggak, pengen liat-liat aja. Mungkin adek saya yang tertarik nanti nya." Taufan mengobrol bersama si petugas, dia masuk ke dalam bagian PMB lalu dijelaskan apa saja yang akan dipelajari di hukum dan juga jurusan apa yang Taufan minat. Seperti yang di awal, Taufan lebih menyukai olahraga dan hukum lebih cocok bagi Ice atau Halilintar.
Taufan izin mengundurkan diri, saat dia keluar, tidak sengaja menabrak orang di depan nya. Segera saja dia membantu membereskan barang tersebut lalu membantu orang itu untuk berdiri. Mata nya menatap mata coklat milik orang itu, dia meminta maaf kepada orang itu dan yang ditabrak Taufan hanya terkekeh kecil sambil meminta maaf juga.
"Maafin gw, gak sengaja nabrak kakak."
"Aduh hehehe... Gak papa kok, maaf ya nabrak kamu. Aku lagi buru-buru ngejar dosen." Taufan membiarkan orang itu melangkahi diri nya, dia tak bisa melepaskan pandangan nya ke arah orang itu. Cantik, mungil dan rambut hitam legam bergelombang yang panjang menjadi tipe favorit nya setiap mencari pasangan.
Oh wait, jangan jatuh cinta. Jangan jatuh cinta dulu, Taufan. Tidak baik.
Melompat ke hari di mana mereka mulai memasuki masa PKKMB, lagi-lagi Taufan bertemu dengan cewek yang sudah lama tidak dia liat. Ternyata dia panitia bagian universitas, segera saja Taufan mendekati cewek itu di setiap jam istirahat. Mengingat PKKMB universitas hanya berselang tiga hari, lalu fakultas selama dua hari. Pergunakan waktu nya untuk mendapatkan nomor sang idaman.
"Hallo kak, ketemu lagi kita." Cewek itu terkejut, dia hanya terkekeh kecil lalu ikut duduk di sebelah Taufan yang sedang meminum es teh. Taufan memberikan susu kotak rasa vanila ke cewek itu. "Nih, buat kakak. Gak mungkin gw doang yang minum tapi kakak enggak."
"Yaelah, padahal juga gak papa. Gw bisa kok beli sendiri." Taufan hanya membalas senyuman itu dengan kekehan kecil, dia menepuk pelan kepala cewek itu lalu mengajak nya berkenalan. "Nama kakak siapa?"
"Hm? Nama gw Pyoaerin, anak ilmu hukum. Lu masih maba kan? Taufan?" Taufan terdiam, dia menatap nametag milik nya lalu manggaruk kepala nya. Padahal cowok mata biru langit itu sudah bersiap untuk menjadi misterius seperti Halilintar. Sayang sekali, tipe seperti Taufan itu tidak cocok untuk menjadi misterius.
Setelah berkenalan lebih intens, mereka berdua semakin menunjukkan sisi menyukai. Sampai di bulan Desember akhir, Taufan mengajak Pyo menuju Puncak, tepat di mana dia mengatakan ke Beliung bahwa mereka berada di tempat dia menembak kakak tingkat beda tiga tahun nya itu.
Tahun baru, tepat jam dua belas malam, Windara Taufan menembak cewek itu. Tentu saja Pyo menerima dengan senang hati, dia bahkan tak menolak bagaimana adek tingkat nya itu menembak diri nya. Bunga, kembang api dan Puncak adalah kenangan terindah bagi mereka berdua.
Sayangnya mereka menjalani kisah cinta secara diam-diam atau dengan bahasa gaulnya backstreet, karena Taufan sandiri tidak berbicara dengan Halilintar dan Gempa serta tidak ada hubungan restu dari orang tua Pyo. Mereka berdua berhasil di tiga bulan pertama, selalu mengatakan kepada orang tua Pyo jika Taufan hanya sebatas teman yang bisa diandalkan dan Taufan yang izin tidak pulang bareng bersama ke-dua kembaran nya.
Memasuki bulan ke empat, entah mengapa Taufan mulai merasa sibuk dengan Himpunan dan Pyo yang fokus dengan skripsi. Awal nya mereka masih bisa bertemu di tempat lain, membicarakan tugas, perjalanan skripsi yang terhambat dan Taufan yang mulai fokus dengan kelembagaan.
Tidak, Pyo tidak menyalahkan kegiatan Taufan, dia juga tidak menyalahkan cowok mata biru langit itu yang terlalu sibuk akhir-akhir ini. Hanya saja, waktu luang mereka semakin sempit. Tidak ada pertemuan, tidak ada jalan-jalan di malam minggu, tidak ada waktu untuk sleep call. Mereka berdua benar-benar fokus dengan pekerjaan masing-masing.
Entah angin darimana, Pyo mengirim pesan ke Taufan. Dia ingin bertemu dengan si manis tengil itu, rindu katanya. Jelas saja Taufan menuruti kemauan sang pacar, dia yang sudah selesai rapat bersiap menuju fakultas hukum dan menjemput kesayangannya. Pyo melihat motor ninja milik Taufan, dia tersenyum lembut lalu menghampiri kekasih nya.
"Sayang~, nunggu lama kah?" Tanya nya sambil menatap mata lelah milik Taufan, sementara cowok mata biru langit itu hanya menggelengkan kepala lalu memakaikan helm untuk Pyo. "Enggak, tadi habis rapit. Pas banget kamu ajakin ketemuan, mau ke mana?"
"Aku mau ke Puncak, boleh?" Taufan mengerutkan kening nya, dia menatap Pyo lalu mengangguk pelan. Tumben sekali mengajaknya ke Puncak? Mungkin dia ingin beristirahat dari skripsi bejat nya itu.
Taufan menancap gas setelah Pyo duduk di belakang nya, cewek itu memeluk erat Taufan. Mereka menelusuri jalan menuju Bogor, setelah menempuh perjalanan selama lima puluh empat menit, mereka berdua sampai di warung jagung bakar langganan mereka.
Taufan melepaskan kaitan helm Pyo, dia mengusap rambut cewek itu supaya terlihat rapih. Pyo hanya tersenyum kecil, menahan malu serta berdebar ketika berdekatan dengan Taufan. Jujur saja, selama mereka pacaran, Taufan benar-benar menjaga nya bahkan sampai menyentuh kepala pun pelan. Seakan tidak ingin melukai cewek itu, seperti barang berharga. Tapi... Kalau dia mengungkapkan semua nya, apa Taufan akan menyakiti nya?
"Kamu mau jagung bakar? Aku pesenin."
"Kayak biasa ya, level tiga." Taufan mengerutkan kening kembali, dia menggelengkan kepala lalu menelengkup pipi chubby cewek itu lalu menatap mata nya dalam. "Gak boleh, aku pesenin level satu aja. Kamu masih perlu fokus, takut masuk IGD lagi. Udah tau teman-teman beda fakultas mu gimana, kan?"
Pyo menghela napas, dia memukul pelan dada bidang Taufan lalu duduk di pojok gazebo. Mata nya terus mengamati Taufan, langkah nya, pesona nya, bahkan hanya sekedar membantu si pemilik warung itu seakan kesan anak baik nya tidak pernah luntur. Lagi-lagi hati nya bimbang, apakah dia akan mengungkapkan semua nya?
"Nih jeruk hangat, buat kamu, sayang." Pyo tersentak, dia melihat Taufan yang menaruh gelas lalu mengecek keadaan nya. "Kamu kenapa? Gak kenapa-kenapa kan?"
"Eumm... Maaf... Habisnya ngagetin..." Cowok mata biru langit itu terkekeh kecil, dia mengusap kepala sang kekasih lalu mereka memakan jagung bakar dan minuman nya. Setelah itu, mereka menatap pemandangan alam yang asri. Suasana siang menjelang sore yang begitu sejuk membuat hati dan pikiran merasa tenang.
Pyo menatap Taufan sekilas, dia merasa grogi lalu berulangkali menghela napas panjang membuat Taufan merasa kebingungan. Sedari tadi, cewek nya itu seperti takut sesuatu. Dia menenangkan kekasih nya dengan memeluk dari samping, mencium pelan kening cewek itu sambil menatap lekat-lekat sang kekasih.
"Kenapa? Kok khawatir begitu?"
"Kalau... Kalau aku jujur... Kamu marah gak?" Taufan menggelengkan kepala nya, dia mengelus rambut Pyo sambil tersenyum tipis. "Kenapa sih? Kamu jujur juga biasanya aku gak marah."
"Tapi janji dulu, jangan marah."
"Iya, kamu mau ngomong apa?" Pyo menarik napas nya dalam-dalam, dia menghembuskan perlahan lalu menceritakan semua yang sudah lama dia tidak utarakan kepada Taufan. Mengingat di bulan ke empat bahwa mereka sibuk, di sela-sela itu lah orang tua Pyo meminta mereka berdua putus. Bagaimana mereka bisa tau? Ada salah satu teman Pyo yang mengikuti mereka berdua, dia selalu mengirimkan foto bagaimana Taufan dan Pyo bermesraan.
Awal nya cewek itu terus menolak memutuskan Taufan, mengingat bahwa anak itu sangat baik, bahkan terbuka untuk dirinya, bagaimana bisa dia putusin hanya karena di anggap sebagai pembunuh?
"KAMU TUH GAK TAU LATAR BELAKANG NYA! KALAU TERNYATA DIA MAU BUNUH KITA GIMANA? BAPAK NYA AJA DIBUNUH, KAMU MASIH PERCAYA DIA ANAK BAIK?"
Kata-kata yang keluar dari sang ayah membuat Pyo merasa pusing, dia sudah tau jika kejadian sebenarnya adalah sabotase. Tapi bagaimana bisa? Taufan yang dituduh sedangkan cowok itu tidak tau salah nga di mana?
Mereka bertiga berdebat hebat, sampai ayah dari cewek itu menampar anak nya sendiri lalu pergi meninggalkan cewek itu di ruang tamu. Pyo hanya terdiam, dia terduduk di lantai lalu menatap ibu nya yang hanya terdiam sambil menenangkan dirinya.
"Ikuti kata bapak mu ya? Dia mau kamu nurut sama perkataan nya."
"Aku udah cukup sabar ngikutin kalian... Kenapa masalah percintaan aku juga harus diatur? Kenapa..."
"Bapak mau kamu yang terbaik, nduk. Bapak mau kamu gak disakiti sama cowok mu." Pyo menangis histeris, dia memeluk erat kaki nya. Dia juga sudah capek menuruti keinginan kedua orang tua nya, mau bagaimana pun, dia harus menuruti keinginan orang tua nya. Berpisah mungkin jalan yang terbaik, tapi Pyo takut... Dia takut jika Taufan mengetahui hal ini, dia akan di sakiti oleh cowok itu.
Nyata nya, setelah mendengarkan semua cerita cewek itu, justru Taufan hanya tersenyum manis sambil mengusap rambut dan air mata sang kekasih. Kedua tangan nya memegang pipi cewek itu, menyuruh nya untuk tetap tersenyum.
"Sstt, ikuti kemauan ayah kamu, kak. Jangan di lawan, berat banget kalau lawan beliau. Ya?"
"Tapi... Tapi kita jadi putus begini gara-gara aku..." Taufan menggelengkan kepala nya, dia mencium kening Pyo lalu memeluk cewek itu erat-erat. "Dengerin, kita putus bukan berarti kita gak komunikasi lagi. Aku masih bisa amatin kakak darimana pun, dan kakak masih bisa telpon atau chat aku. Gak ada yang salah, kita putus demi masa depan juga, kan?"
"Taufan... Maafin aku..." Taufan terkekeh kecil, dia kembali mengusap air mata cewek itu lalu memberikan jaket nya ke Pyo. "Dipake, makin lama makin dingin. Gak bagus buat badan kamu."
"Fan..." Taufan berdeham, dia menarik resleting jaket nya ke atas lalu menatap mata coklat milik Pyo. "Ada apa? Kamu sakit?"
Pyo menggeleng pelan, dia memegang tangan kanan Taufan lalu mengaitkan kelingking cowok itu ke kelingking nya. "Janji sama aku, kamu mau seriusin hubungan kita."
"Itu kan kehendak Tuhan, aku mana bisa bantah."
"Taufan..." Taufan menghela napas panjang, dia melepaskan kaitan kelingking mereka dan mencubit pipi cewek itu sambil memberikan senyuman manis nya. "Aku usahain, aku bakalan datang ke rumah kamu untuk tiga tahun kedepan."
Untuk pertama kali nya Taufan mengucapkan hal seperti itu, biasanya dia akan melakukan hal tersebut jika Halilintar bercanda mengenai hubungan asmara. Cowok mata merah gelap itu selalu menginginkan Taufan sebagai adek yang berani dan serius dalam hubungan apapun itu, dan jika Halilintar mendengar ini, kemungkinan besar dia akan syok karena dilangkahi.
Taufan berani melangkahi? Tentu saja tidak.
Karena dia tau, hubungan nya dengan Pyo tidak akan pernah direstui oleh orang tua Pyo. Mengingat dia mengantarkan cewek itu setelah dari Puncak dengan jaket nya, pria setengah baya itu memukul keras wajah nya dan mengatakan jika dia berbuat tidak senonoh ke putri semata wayang nya.
"BERANI NYA KAMU DATANG KE RUMAH SAYA, ANAK SAYA KAMU APAIN?!"
"Gak om, dia kedinginan aja. Makanya saya kasih jaket." Ucapan Taufan tidak pernah didengarkan, dia dimaki-maki oleh pria setengah baya itu bahkan disebut pembunuh keluarga sendiri. Cowok mata biru langit itu hanya bisa terdiam, dia meminta maaf lalu izin pergi dari sana. Ayah Pyo hanya menatap nya dengan tatapan dingin, bahkan ibu nya pun tidak ingin melihat nya.
Taufan terkekeh pelan, wajar, siapa yang mau dengan diri nya? Seorang yang di anggap membunuh ayah nya sendiri? Sudah tau itu kecelakaan, tetap saja orang-orang mengira dia adalah dalang nya. Cowok mata biru langit itu melakukan motor nya dengan kecepatan tinggi, suara nya membelah jalanan kota di malam hari. Membiarkan tubuh nya mengenai angin malam.
Kaos hitam milik nya sudah basah kuyup akibat hujan di jalan pulang. Mata nya terus menatap jalanan sedangkan pikirannya saat ini merasa kebingungan. Benarkah dia akan melakukan hubungan serius dengan mantan nya? Tidak mungkin, mereka tidak akan bisa bersama. Taufan yakin, cewek itu akan menemukan pasangan lebih baik dari nya. Dia yakin sekali.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
"Kok gak bilang kalo beneran pacaran?" Taufan tersentak melihat kelima teman nya di belakang, dia memukul kepala Gempa lalu mengusap dada nya. Sedangkan si pemilik warung hanya tertawa melihat ke-enam nya berantem.
"Bisa jangan ngagetin? Gw lagi cerita!"
"Putus nya karena mau nikah? Atau karena gak direstui?" Pertanyaan dari Supra berhasil membuat Halilintar mencekik leher teman nya, dia menjitak kepala Supra lalu berteriak jika kembaran nya itu putus karena tidak direstui.
"Tapi kata ku emang kalian harusnya putus sih, diliat dari background nya si anak hukum itu, keluarga nya gak akan mau terima kita, kak." Ucapan Gempa ada benar nya, Taufan tidak mungkin memaksakan diri untuk menjadi jodoh Pyo. Lagipula, sekarang cewek itu mau nikah, jadi, dia yakin Pyo tidak akan mengundang nya. Untuk apa mengundang mantan? Yang ada tenaga Taufan habis dimaki lagi oleh orang tua nya.
"Tapi Fan, kemarin dia datang ke sini buat ngasih undangan ke kamu." Ke-lima cowok itu terkejut, mereka melihat Taufan yang mengambil undangan tersebut. Dia melihat isi nya lalu menghela napas panjang, bibir nya tersenyum tipis lalu menyandarkan di dinding gazebo. "Makasih pak, tapi kayak nya Upan gak datang. Lagian Upan siapa nya dia? Kalau teman nya mah gak papa, mantan buat apa datang?"
Mereka hanya terdiam menatap Taufan yang mengusap wajah nya, cowok mata biru langit itu merasa kebingungan sekaligus linglung. Kepala nya seperti menekan ucapan nya tetapi hati berkata lain, Halilintar dan Gempa mengusap rambut Taufan, mereka memeluk erat tubuh Taufan membuat cowok mata biru langit itu tersenyum tipis.
"Lain kali, kalo emang suka sama orang, ngomong. Jangan diam begini, kasihan di hati lu juga, Fan. Lu udah berjuang, sekarang, semua ada di tangan lu."
"Kakak jangan datang ke nikahan nya, ntar di hujat lagi, aku tonjok muka nya." Taufan dan Halilintar melotot ke Gempa, sedangkan cowok mata kecoklatan itu menangis keras. Mendengar semua perjuangan Taufan seperti sia-sia, seorang Windara Taufan, di sia-sia kan oleh restu. Gempa gak akan terima, kakak nya di buang dikira apaan?! Barang rongsokan?
"Kagak elah, gw kagak mungkin datang ke mantan. Ya oke... Gw gamon, tapi bukan berarti gw bakalan datang terus minta balikan. Gw juga tau, dia bakalan nikah. Nyadar kok."
"Kenapa gak gini aja? Lu datang, terus bilang ke mereka cuma mau nyanyi. Tapi lu nyanyi lagu yang kriteria banget pas lu pacaran, lumayan kan sekalian jadi biduan?" Supra terkekeh melihat raut wajah Sori, dia dijitak oleh kembaran nya. Sedangkan Sori menatap Taufan dengan heran, jika ucapan Supra di iyakan, pertanda otak nya sama-sama sengklek.
Taufan memegang dagu nya, dia tersenyum miring lalu mengangguk paham. Tangan kanan nya bersalaman dengan Supra, mereka berdua deal melakukan hal gila tersebut. Beliung membuang muka, sedangkan ketiga orang itu menatap mereka berdua dengan tatapan datar yang bersiap menimpuk kepala Taufan dan Supra dengan meja di gazebo.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
Frostfire memutar mata nya, dia melihat penampilan Supra dan Sori yang begitu rapih di hari Minggu. Rajin sekali, ada apa gerangan kedua bocah yang berbeda tinggi itu sampai rapih dan mencerminkan memantaskan diri menjadi mantu orang?
"Mau ke mana? Rapih amat?" Supra tertawa kecil, dia menunjukkan undangan pernikahan milik mantan Taufan ke kakak pertama nya. Frostfire melotot, dia mengambil undangan tersebut lalu membaca isi nya. Alis nya mengkerut, merasa tak percaya dengan undangan yang dipegang Supra.
"Pyoaerin? Kalian kenal?" Supra dan Sori menggelengkan kepala lalu tersenyum lebar, mereka berdua mengatakan jika cewek itu adalah mantan Taufan. Frostfire berdeham, dalam hati nya memang sudah menduga jika teman nya ini akan nekat mengundang mantan terindah nya.
Ribet, padahal dia sendiri juga diundang, tapi memang niat nya saja datang terakhir supaya adek-adek nya tidak ikut. Ternyata... Duo tengah beda tinggi itu malah ikut sama Taufan.
"Yaudah, bilang ke dia, gw gak bisa datang. Masih sibuk sama resep." Supra dan Sori terdiam, mereka berdua saling tatap. Mengingat bahwa Taufan pernah cerita jika cewek itu punya teman beda fakultas, apa jangan-jangan Frostfire itu salah satu dari teman beda fakultas nya itu?
"Woi! Ayo berangkat! Si Upan dah chat panjang nih!" Sori menarik tangan Supra, mereka berdua lari keluar dari rumah meninggalkan Frostfire di ruang tengah. Cowok mata biru merah itu menghela napas panjang, dia mengirim pesan ke Rimba lalu berdiri dan pergi menuju kamar.
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
Taufan menatap jam tangan nya, dia mengetuk-ngetuk kaki kanan nya. Untuk sekarang, Taufan tidak bisa tenang. Jujur, ide nya Supra jika dipikir-pikir lagi agak sinting ya. Datang ke pernikahan mantan, lalu bersalaman dan mengucapkan selamat kepada mempelai wanita nya. Aneh betul.
"Aishh, harusnya gw mikir dua kali. Tolol banget Windara Taufan!!" Taufan mengacak-acak rambut nya, dia benar-benar bego soal mengambil keputusan. Nurut amat sama Supra, kan sekarang gak tau harus ngapain di nikahan mantan nya. Beneran nyanyi? Lagu apa anjir?
"Fan, lu dah siap?" Taufan menatap Halilintar, penampilan cowok mata merah gelap itu ganteng banget. Jelas sih, anak pertama biasanya kalau gak ganteng pasti dingin. Tapi Halilintar mode dingin di waktu SMP-SMA saja, sisa nya? Gila semua.
"Rambut lu jangan berantakan lagi, jelek diliat sama mantan."
"Bodo amat anjir, diliat dia juga gw gak peduli. Ayo dah, kita ke sana." Halilintar terkekeh pelan, dia menepuk kepala Taufan. Meskipun harus jinjit karena tinggi kembaran nya semakin meningkat, sedangkan dia masih stuck di tinggi awal. Mau misuh juga gak guna banget, yaudah lah, lagian juga Taufan naik dari seratus tujuh puluh dua centimeter menjadi seratus tujuh puluh tujuh centimeter. Sebentar... Satu tujuh tujuh?
"Jangan bengong, gledek! Ayo kita ke sana!" Halilintar tersentak, dia mengangguk lalu mereka berdua berlari menuju depan rumah. Terlihat mobil Mitsubishi Xpander berwarna hitam, Gempa yang berdiri depan gerbang hanya bisa cengo melihat mobil tersebut, mereka bertiga melihat siapa yang menyetir ketika kaca terbuka lebar.
"Weh? Mobil siapa yang lu maling?"
"Mobil mamas, anjir! Ngawur aja gw maling, cepetan naik! Akad nikah mulai jam sepuluh pagi!" Ketiga nya yang masih ingin bertanya kini harus tertunda, segera saja mereka masuk ke dalam mobil, Halilintar dan Gempa di belakang, sedangkan Taufan dan Beliung di tengah. Supra yang menyetir segera tancap gas menuju hotel di mana mantan Taufan menikah.
Sori yang di bangku sebelah nya Supra hanya bisa berbisik berdo'a, dia benar-benar takut melihat Supra mode ngebut. Iya kalau motor kagak ngapa dah, ini mobil?! Mobil nya mamas?! Nyari mati betul!
"PELAN ANJIR! KITA TUH GAK BAKALAN KETINGGALAN!!!"
"GAK BISA, BEL! INI UDAH TELAT BANGET! KAN UPAN MAU NYANYI LAGU PERPISAHAN!"
"TOLOL! LU JANGAN NGAJAK NGOBROL LAGI!" Taufan memegang hand grip, tubuh nya gemetaran menahan takut. Tangan kiri nya memukul kepala Supra kencang, mereka hampir saja tabrakan dengan kereta. Supra nekat? Tentu saja, teman siapa yang gak nekat demi ngatain mantan teman nya sih?
"SANEIRA SUPRA CAHYA NGALENGKA!! GW SUMPAHIN LU DI BANTAI PAS MUBES!"
"AMPUN PAN!!"
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
Setelah menempuh perjalanan dan nyawa yang hampir melayang—sekali lagi Supra melewati rel kereta api yang hampir saja menabrak mereka, untung saja disuruh gantian sama Halilintar—mereka berenam memarkirkan mobil di area basement, kaki panjang mereka terus melangkahi ekskavator. Tepat sampai di lantai paling atas, Taufan menunjukkan kartu undangan lalu mereka semua dipersilahkan masuk ke dalam ruangan.
Mewah, itu yang terlintas di otak ke-lima cowok itu. Pernikahan nya pasti membutuhkan dana yang sangat banyak. Sori menyenggol lengan Gempa, dia menunjuk ke arah pengantin. Mereka berdua melihat mempelai wanita nya yang tersenyum... Sedih? Sedangkan mempelai pria nya begitu bahagia menggandeng tangan mempelai wanita.
Mereka berdua mengerutkan kening, merasa aneh dengan kedua mempelai itu. Baru saja mereka menghampiri pengantin itu, tiba-tiba Taufan sudah terlebih dahulu di sana sambil bersalaman dengan mereka berdua. Gempa dan Sori terkejut, mereka panik melihat orang tua dari si mempelai wanita menatap sinis Taufan, bersiap untuk menyenggol masalah cowok mata biru langit itu.
"Samperin!" Sori menatap ketiga teman nya, ternyata mereka sudah makan kue dan duduk di bangku. Gempa menepuk kepala nya, dia merebut piring mereka dan menarik Halilintar menuju depan. Sedangkan Sori menyeret Supra dan Beliung, mengikuti si duo Suwanda.
Di sisi lain, Taufan hanya tersenyum tipis, dia mengucapkan selamat ke mempelai pria. Ketika dia berhadapan dengan Pyo, mereka berdua hanya bersalaman. Kaku, Taufan merasa seperti itu setelah mereka putus. Selama setahun tidak mengetahui bagaimana keadaan cewek itu, dia merasa bahwa orang di depan nya berbeda.
Pyo yang selalu bersama nya seakan menghilang begitu saja, yang dihadapan nya adalah Pyoaerin yang ketakutan, Taufan hanya menatap mata cewek itu sambil tersenyum tipis. Baru saja Taufan turun dari sana, mata pria setengah baya itu melotot. Sayangnya, Taufan tetap Taufan, walaupun dia hormat kepada orang yang lebih tua dan baik, tetap saja sisi jahil nya akan keluar tepat saat ini.
Cowok mata biru langit itu izin menaiki panggung, dia memegang mic lalu mengetuk untuk tes. Pengantin dan tamu undangan menatap diri nya, dia tersenyum manis lalu mengucapkan kata-kata seakan memberi selamat kepada mantan nya.
"Ya, selamat siang dan selamat untuk para pengantin. Ciee, dah nikah aja, nih gw yang kaget dapat undangan dadakan atau suprise yah?"
"Fan?" Pyo merasa heran, dia terus mendengarkan dan menatap cowok itu. Sedangkan cowok di sebelah nya merasa kebingungan, istri nya kenal cowok itu?
"Kamu kenal dia?"
"Hah? Dia?" Tanya Pyo yang di angguk oleh suami nya. Cewek itu menghela napas lalu mengangguk pelan. "Iya, aku kenal, dia mantan aku."
"Loh? Kamu undang—." Belum selesai cowok itu bilang, Taufan bersama Supra yang membawa gitar mulai bernyanyi. Mereka membawakan lagu Tampar dari Juicy Luicy, jujur saja, Taufan sering mendengarkan lagu itu semenjak dia putus. Tapi nama nya demen ngibul kembaran dan adek-adek nya, ya dia setel lagu dangdut di rumah.
Ya kali galau di setel terus, yang ada ditanya aneh-aneh.
"Entah sudah selasa yang ke berapa
Masih saja kau ada lekat di kepala
Hari ini janji esok mesti lupa
Tetapi hati tak tepati
Tampar aku di pipiBiar sadar dan ku mengerti
Hujan samarkan derasnya
Tutup air mata
Temani kecewaku yang telah lama
Berdosa kah ku berdoa
Minta kau terluka
Dan tinggalkan dirinya."
"Goblok..." Halilintar yang sedang memakan kue langsung menutup muka nya, dia tidak ingin melihat raut wajah Taufan yang sangat profesional dalam menutup luka nya. Sedangkan Gempa, Sori dan Beliung cengo, mereka menghadang orang tua dari si mempelai wanita, membiarkan mereka bertiga yang mengurus nya.
Supra terus memainkan gitar, dia menatap mempelai wanita yang hanya terdiam mendengarkan suara nyanyian Taufan. Cowok mata merah keemasan itu yakin, selama pacaran pasti si anak ke dua dari kembar sulung Suwanda itu tidak pernah menyanyi. Kalau saja cewek itu tau tingkah Taufan di lembaga bagaimana, sinting iya, biduan iya.
Taufan menarik napas nya lalu perlahan mengeluarkan, netra biru langit itu memandang wajah mempelai wanita, dia tersenyum lalu kembali bernyanyi di bait terakhir.
"Hujan samarkan derasnya
Tutup air mata
Tiga tahun tak terasa
Masih kau yang ada
Bodoh yang sebenarnya
Tampar aku di pipi
Sadarkan kau aku takkan terjadi." Taufan membungkuk bersama Supra, mereka melirik keluarga dari pihak mempelai wanita lalu dia bersuara dengan tegas.
"Saya minta maaf kalau saya ganggu acara pernikahan yang sakral ini, tapi yang saya tegasin di sini, dulu saya janji mau seriusin hubungan saya sama perempuan yang sudah menikah di sana. Mohon maaf untuk kak Pyo, aku belum bisa ngelakuin apa yang udah ku janjiin ke kakak, aku minta maaf dan semoga kakak bahagia sama pilihan yang sudah bersama kakak. Untuk pasangannya, saya mohon tolong jagain dia, jangan sampai bikin dia lecet atau sakit. Soal ngambek tinggal di bujuk aja, bujuk nya juga jangan dibentak, tapi di ajak kepala dingin, dia bakalan mau kok. Maaf saya sama temen-temen saya ganggu kalian semua, kami pamit undur diri." Taufan dan Supra turun dari panggung, mereka berdua menggeret ke-empat teman nya lalu berlari menuju basement. Sebelum pergi, Taufan menatap kembali wajah Pyo, dia melambaikan tangan nya lalu kabur dari kejaran satpam.
Pyo memandang punggung Taufan yang telah menghilang, dia menggenggam erat tangan suami nya membuat si cowok reflek menatap wajah nya lalu mengelus rambut nya perlahan.
"Kenapa nangis? Mantan mu udah pergi kok, jadi kan kamu gak perlu khawatir sama dia kalau di gebuk massal."
"Bukan itu..." Pyo menarik napas nya perlahan, dia memeluk erat suami nya membuat si empu terkekeh pelan sambil mengusap punggung nya. "Terus apa sayang? Aku juga khawatir kalau dia di apa-apa in sama papa mu."
"Aku minta maaf nya gimana? Aku yang bikin dia janji mau nikahin aku... Aku juga bikin dia kecewa..." Cowok itu menelengkup pipi istri nya, kekehan kecil keluar dari mulut nya lalu mengusap air mata nya perlahan takut make up milik istri nya luntur. "Enggak, aku yakin dia udah maafin kamu. Mungkin nanti, kalau kita ketemu sama dia, kamu bisa minta maaf."
Cowok itu menghela napas, dia menatap para tamu yang mulai kembali sibuk. Dia membiarkan istri nya duduk, membiarkan istri nya menyesali janji yang dibuat bersama Taufan. Cowok itu tau, karena Taufan adalah orang yang membuat dia menjadi lembut seperti ini, iya, dia harus berterima kasih kepada Taufan nanti. Harus!
༶•┈┈⛧┈♛ 𝑵𝒈𝒂𝒃 𝑨𝒏𝒈𝒛𝒕 ♛┈⛧┈┈•༶
Supra memberhentikan mobil di rest area, mereka berenam keluar menikmati udara segar. Berhubung Taufan sudah menyanyi sambil merusuh sedikit, tidak ada salah nya untuk bersantai meskipun tau jika rusuh nya mereka agak kurang ajar.
Taufan duduk di kursi depan Indomaret, dia menghela napas panjang lalu menatap mobil yang berjejer. Tidak, pikiran nya tidak memikirkan tentang mantan tersayang nya, hanya saja... Dia kepikiran cowok yang jadi pendamping mantan nya itu.
Seperti nya dia pernah bertemu, tapi di mana ya?
"Wah?! Taufan ya? Lama banget gak keliatan habis dari fakultas Teknik."
"Anak Teknik kah? Teknik apa tapi?" Halilintar memberikan sebotol kopi ke Taufan, cowok mata biru langit itu mengambil nya lalu meminum nya perlahan. Cowok mata merah gelap itu duduk di sebelah Taufan, dia menepuk pelan kepala kembaran nya. Merasa senang meskipun dia tadi juga emosi mendengar kata-kata dari orang yang gak tau hidup mereka.
"Kepikiran soal tadi?" Taufan menggelengkan kepala nya, dia meminum kembali kopi nya lalu menghela napas perlahan. "Gw kek ngerasa... Ini bener gak? Kayak... Ngerecokin pernikahan orang, mana tadi mereka ngatain lu sama Gempa."
"Mereka ngatain lu, bukan ngatain gw atau Gempa. Kalau aja lu gak narik gw dari sana, udah ada adegan tonjok kali." Taufan terkekeh pelan, dia menyandarkan kepala di pundak Halilintar, mata nya terpejam membiarkan kepala nya untuk tenang. Halilintar tidak mempermasalahkan Taufan, dia bahkan membiarkan adek nya menangis di pundak nya. Halilintar tau, Taufan sudah lelah untuk semua nya.
"Harusnya gw gak pacaran... Harusnya gw gak usah aneh-aneh... Maafin gw, Lin... Gw bohong kalo gak pernah ngerasain suka orang... Gw bohong selama empat bulan suka pulang malam... Gw minta maaf..."
"Fan... Bukan salah lu, gw senang lu mau cerita dan senang kalo lu punya pacar. Tapi gw ingetin lagi, perjuangan lu buat se sayang sama pasangan tuh gak bakalan ber impact kalau lu atau dia gak balas. Di satu sisi lu takut gw sama yang lain tau, di satu sisi lagi lu takut gak di restui." Halilintar menghela napas panjang, dia menepuk pelan kepala Taufan lalu memeluk nya erat supaya Taufan leluasa mengeluarkan unek-unek nya.
"Gw tau lu masih gamon sama dia, tapi sekarang, lu coba pelan-pelan buat lupain dia. Gak usah mikirin lupain nya gimana, yang penting, lu sekarang sama kita." Taufan melepaskan pelukan, dia mengusap air mata nya lalu mengacak-acak rambut nya sendiri. Dia ingin move on, berarti jangan nangis. Jelek sekali kalau nangisin mantan nya yang udah setahun gak berhubungan, astaga Taufan, lain kali jangan aneh-aneh dulu.
Yang lain sudah keluar dari Indomaret, mereka akhirnya kembali jalan menuju rumah. Sepanjang perjalanan, seperti biasa, Supra mengebut, Halilintar dan Sori bagian gebuk si Supra, Beliung dan Gempa bagian istighfar dan yang terakhir si Taufan bagian ketawa kencang melihat teman-teman nya rusuh.
Gempa melirik kaca depan, dia tersenyum tipis melihat Taufan kembali tersenyum dan tertawa. Setidaknya, sang kakak berusaha untuk melupakan semua nya. Mungkin cara nya agak berbeda, tapi dia yakin, Taufan dapat belajar dari hubungan mengenaskan nya itu.
Komentar
Posting Komentar