ToD
Rimba memarkirkan motornya, dia masuk ke dalam kost lalu melihat ruang tengah. Terlihat ruang tengah yang sangat ramai, Krystal dan Voltra yang menonton drama china bersama, Blizzard yang tiduran disofa sambil menatap kembarannya yang bermain monopoli bersama Beliung dan Gamma.
Cowok rambut hijau neon itu menghela napas panjang, dia menutup pintu kost dan semua mata tertuju pada dirinya. Rimba tersenyum tipis, mengangkat kresek berisi martabak telor dan manis. Beliung yang pertama mengambil kresek isi makanan, dia menaruh di lantai lalu membuka kotak martabak.
"Makan gess, makan. Kagak usah malu-malu, dibeliin buat kita ini."
"WOI?! GW BELUM BILANG?!" Ingin sekali Rimba memukul kepala Beliung, tetapi harus dia tahan karena anak itu masih kesayangan nya. Ohhh kesayangan... Oke oke, jangan diganggu gugat.
"Duduk sini, kamu pasti kecapean mengurus pasien mu lagi." Rimba mengangguk pelan, dia duduk di sebelah Krystal lalu ikut memakan martabak bersama yang lain. Cowok rambut hijau neon itu mengusap rambut nya, dia menatap mereka berenam lalu bercerita tentang pasien yang baru saja dia temui.
Dari ibu-ibu hamil yang bersiap melahirkan, lalu bapak-bapak yang ngotot cuma sesak napas padahal sudah tau dampak rokok seperti apa, dan juga remaja seusianya yang gerd nya kambuh akibat memakan makanan pedas dan kopi.
Tidak bisa dipungkiri, kadang memang hidup seperti itu. Tapi untuk Rimba, bisa gak sehari aja pada nurut? Ingin sekali menjotos orang, untung cowok rambut hijau neon itu sabar.
"Nah, daripada lu bengong kek gini, mending kita main ToD." Ucap Gamma sambil membuka HP nya, dia menulis nama teman-teman satu kost nya lalu menatap mereka berenam yang mengangguk mengiyakan.
Jari nya menekan spin, terlihat nama pertama yakni Voltra. Cowok rambut merah gelap itu menatap sengit teman-teman nya, mereka tertawa kencang sedangkan Voltra hanya menatap mereka berenam sambil komat-kamit membaca do'a terhindar dari setan.
Beliung menatap Voltra, dia tersenyum miring lalu mulai memberikan pertanyaan kepada cowok rambut merah gelap itu. "Pilih Truth or Dare?"
"Truth bae, gw gak mau dare. Soalnya lu ngasih dare, pasti aneh-aneh."
"Jahat amat... Babang ganteng gini malah dituduh yang enggak-enggak." ke-enam cowok itu membuat ekspresi menahan muntah, sedangkan Beliung berdecak sebel lalu kembali memakan martabak nya sambil menunjukkan ekspresi marah. Rimba tersenyum bahagia, dia menyenggol lengan Voltra membuat cowok rambut merah gelap itu menatap si rambut hijau neon itu.
"Siap gw tanya, ya?"
"Tanya bae, gw juga jawab kok."
"Kenapa lu pilih masuk universitas di sini? Maksud gw, kan lu pernah masuk kampus negeri lain, kok malah pindah di Jakarta? Apalagi ambil PTI." Voltra menghela napas panjang lalu terkekeh kecil mengingat masa di mana dia berada di kampus lain. Jujur saja... Anak itu salah ambil jurusan. Mungkin terdengar aneh, wajah Voltra yang iconic dengan bau coding ini ternyata dulunya mengambil DKV.
Wajah yang sangar, yang sangat cocok di teknik ternyata dulu pandai menggambar. Lolos SNMPTN atau sekarang yang disebut SNBP, sayangnya dia terlalu cepat untuk masuk di DKV. Karena saat itu, dia masuk kelas akselerasi, wajar saja menjadi termuda di antara teman-teman nya di Bandung.
Hanya setahun, dia tidak kuat di sana dan meminta sang mama untuk pindah. Menunggu setahun bersama peserta yang seumuran nya dan akhirnya dia mengambil jalur mandiri. "Tambah satu lagi, gw suka coding karena yang ngajarin om Kaizo. Jadi yahh, gw balik ke Jakarta dan masuk ke PTI itu temenin mama sekalian belajar sama om Kaizo."
"Oke gengs, catat, belajar sama abang nya si landak ungu." Voltra memutar mata nya, dia menatap Gamma yang masih mencocol potongan martabak telor ke kuah. Cowok rambut blonde itu terkekeh kecil, dia menekan spin dan nama Nova menjadi urutan ke-dua setelah Voltra.
Cowok rambut merah oranye itu berdecak sebal, dia menatap Rimba dan Beliung yang tertawa terbahak-bahak sambil memakan martabak manis. Beliung tersedak, dia meminum air putih lalu menarik napas nya perlahan. Sedangkan Rimba semakin kencang tertawa nya, dia ikutan tersedak dan meminum air putih milik Krystal.
"YAK?! KAMU PUNYA MINUM SENDIRI, RIM!"
"Minta dulu, kesedak nih."
"Azab ngetawain cogan." Ke-dua cowok itu saling tatap, mereka menunjukkan ekspresi jijik sambil menahan muntah. Sedangkan Blizzard bagian video, lumayan lah dapat aib. Jadi stiker, terus oper deh ke grup.
"Karena gw orang ganteng nih, gw milih truth!"
"Itu nama nya bukan milih secara gantleman, tapi takut dapat dare aneh dari mereka." Nova menjentikkan jari, yang dikatakan Voltra memang benar, Rimba sama Beliung lebih stress ngasih dare daripada truth. Aura-aura mereka itu... Aura tukang bullying dari dulu.
"Yasudah, siapa yang memberikan pertanyaan?" Tanya Krystal yang dibalas dengan senyuman tipis dari Blizzard, cowok rambut biru terang itu menatap kembaran nya, dia menghela napas panjang dan memberikan pertanyaan yang membuat Nova awalnya terkekeh kini terdiam.
"Lu lebih milih mamake atau bapake?" Pertanyaan itu... Nova hanya bisa memejamkan mata dan membalas dengan senyuman rese seperti biasanya, dia tidak ingin membuat Blizzard memikirkan keputusan aneh nya itu. Cowok rambut merah oranye itu mengusap rambut nya, dia menatap Blizzard lalu membalas dengan gelengan.
"Milih mamake atau bapake? Mending milih jadi sulung buat lu."
"Gw serius, Satrio Nova. Milih mamake apa bapake?"
"Kenapa harus pilih, dek? Gw milih semua nya meskipun yahh... Bapake mikirin kita gak sih selama ini? Yaudah, gw tetap milih mamake sama lu." Blizzard memutar mata nya, dia tetap tidak akan percaya dengan ucapan Nova. Sedangkan Nova, dia hanya menghela napas panjang lalu menatap Gamma. Meminta untuk melanjutkan permainan.
Beliung menatap Gamma, ternyata cowok rambut blonde itu sedang mengedit feeds instagram, baiklah, saatnya merebut HP milik cowok rambut blonde kek bule gadungan itu.
"HP GW?!"
"Bentar, lanjut main dulu, beb." Gamma hanya bisa menghela napas panjang, dia kembali fokus dengan laptop sedangkan Beliung kini mengambil ahli untuk memainkan spin.
Nama Krystal menjadi urutan ke-tiga, cowok bermarga Ahn itu melotot, dia menatap mereka berenam yang bersiap untuk melontarkan sesuatu kepada diri nya.
"Guys... Aku milih truth aja ya?"
"Gak bisa, daritadi udah itu terus. Ganti, ayangie~." Krystal menatap jijik Gamma, dia memukul pelan kepala teman nya membuat si rambut blonde meringis kesakitan. Beliung menjauh sedikit dari mereka berdua, takut kena kekerasan dari Krystal.
Krystal menghela napas panjang, dia menatap sengit mereka semua lalu menunggu dare apa yang akan mereka berikan. Setelah diskusi panjang, mereka berenam saling lempar senyum dan Rimba yang memberikan dare sebagai perwakilan dari ke-lima teman nya.
"Bakor selama sehari."
"WHAT THE—, minimal bukan bakor, heh!"
"Lumayan buat inget-inget bahasa negara lu, bang. Masa marga Ahn tapi pake bahasa Minang? Jauh betul." Ucap Nova yang dianggap oleh mereka berlima. Krystal memejamkan mata, dia menghela napas, baiklah, hanya sehari. Tidak masalah, kan? Sudah lama juga dia tidak menggunakan bahasa negara kelahiran nya itu, seharusnya masih lancar dalam pengucapan.
"Coba ngomong." Kali ini Gamma menatap teman nya sambil tersenyum miring, Krystal menatap tajam cowok rambut blonde itu lalu mengacungkan jari tengah ke wajah Gamma.
"Ngomong apa setan? Ngomong kamu oon?"
"Astaghfirullah Krystal, siapa yang ngajarin?" Rimba mengusap dada, merasa terkejut yang padahal aslinya dia sering ngomong seperti itu ke Beliung dan Nova. Krystal berdecak sebel lalu menghela napas panjang, dia mengingat kalimat mana yang cocok untuk teman-teman nya.
"I nappeun nomdeul-a."¹
" Hah? Itu apa?" Tanya Blizzard kebingungan, sedangkan Krystal hanya tersenyum dan mengangkat bahu nya pertanda dia tidak tau juga. Beliung merengut, dia memeluk lengan Rimba yang dibalas dengan gaplokan kasih sayang nya.
"Lanjut, kalo nanti Liung kena, suruh dare joget goyang bang Jali depan fakultas." Beliung langsung cekek Voltra, sedangkan yang lain tertawa mendengar ucapan Voltra. Senang banget liat si kupu-kupu biru itu kena dare, spin aja belum ditekan.
Gamma merebut HP nya dari Beliung lalu menekan tombol spin, entah ucapan Voltra menjadi kenyataan atau memang kebetulan saja, nama Beliung menjadi yang ke-empat.
Voltra menepuk tangan nya sambil tertawa kencang, sedangkan Beliung berteriak histeris. Gamma memegang kening Beliung, membacakan ayat Alkitab dan Nova bagian baca ayat kursi. Beliung tercekik karena Gamma memeluknya dengan erat, segera saja dia memukul perut Gamma dan menarik napasnya dalam-dalam.
"BABI, KETEKNYA BAU BUSUK!"
"EH?! GAK USAH NGEHINA! GINI-GINI BANYAK YANG NAKSIR SAMA GW!"
"Naksir apaan? Ilfeel duluan iya, soalnya lu kek buronan polisi." Blizzard dan Nova bertos ria, sedangkan Gamma berdecih. Melawan anak-anak setan seperti mereka memang susah, soalnya dia juga udah perwujudan setan itu sendiri.
Beliung menyilangkan tangan, menunggu apa yang akan mereka berikan. Semoga truth sih, kan dia anak kalem dan tidak sombong.
"Dare bikin feeds di instagram lu, tapi pake aib kita semua." Kembali Krystal memukul kepala Gamma, dia melotot ke arah cowok rambut blonde itu membuat si empu hanya terdiam sambil meminta maaf.
"Kenapa harus aib? Kenapa gak yang lain aja?"
"Kan... Kan bagus gitu, Ahn—."
"Krystal! Jangan pake marga, kita di Indonesia, Gamma."
"Oh iya maaf, maksudnya begini Krystal sayang—."
"Pala lu kek nya beneran jadi samsak deh." Rimba menghela napas panjang, dia benar-benar pusing mendengar Gamma yang meminta maaf ke Krystal dan Krystal yang masih ngomel-ngomel karena nama nya sendiri di sebut jadi aneh sama Gamma. Cowok rambut hijau neon itu akhirnya mengeluarkan suara, supaya tidak ada keributan lagi.
"Jangan aib, foto ganteng kita semua aja. Terus tag dokter Kuputeri sama si Maripos."
"EH?! JANGAN TAG BUNDA, BANG!!!" Rimba terkekeh pelan melihat Beliung mengacak-acak rambut nya, sedangkan Gamma memberikan laptop nya dan tersenyum bahagia membuat Beliung menahan nangis.
"Yuk edit, ntar dibikin kek dokumentasi PKKMB doang. Gak usah bikin yang lain."
"Ngeditnya kek dracin bisa gak?" Beliung melotot ke arah Voltra, kok malah request?
"Atau gak kayak drakor, terus lagunya yang Sesange sorijilleo I love you neolsaranghandago itu." Krystal tertawa kecil melihat Beliung yang sudah di tahap stress, dia merasa senang karena Beliung sepertinya sudah siap untuk di bantai.
Gamma mulai menekan tombol spin, nama Blizzard kini menjadi urutan ke-lima. Cowok rambut biru terang itu menatap mereka dan dia memilih truth sebelum Nova bertanya. Nova hanya berdecak sebel, dia menatap kembaran nya lalu memikirkan pertanyaan apa yang cocok untuk Blizzard.
Sayang sekali, ternyata yang bertanya malah Beliung. Cowok rambut biru dongker itu hanya tersenyum tipis sambil bertanya lebih memilih ayahnya atau ayah si kembar.
Aneh, itu yang dirasakan oleh Rimba. Seumur hidup, tidak pernah terlintas dari pikirannya tentang anak itu. Entah itu Beliung atau si kembar, dia tau kalo Beliung sepupu mereka, tapi bahas keluarga? Benar-benar di luar jangkauannya.
"Tetiba banget, bang?"
"Ya... Soalnya tadi si Nova gak mau milih bapake, siapa tau lu milih bapak gw?"
"Eh? Gak gitu sih... Tapi gw gak milih keduanya." Beliung menaikkan alis kanannya, menunggu jawaban dari Blizzard. Sedangkan Blizzard hanya menghela napas panjang, dia mulai menjelaskan mengapa dia tidak memilih kedua orang yang menurutnya... Seharusnya tidak usah dipilih dari awal.
Ayahnya, jangan pernah berharap Blizzard akan memilih nya. Sejak umur dua belas tahun, kedua orang tuanya bertengkar hebat dan berujung cerai. Memang ayahnya tidak bisa menjaga keluarga nya, tapi tidak sampai melakukan hal kriminal seperti ayahnya Beliung. Beliung juga tau, om nya itu masih mengambil jalur aman. Tidak sampai membuat anak-anak nya hampir mati.
Tetap saja bagi Blizzard, dia tidak akan melilih mereka berdua. Lebih baik memilih bersama Nova dan ibunya, dia masih ingin menjaga wanita yang telah melahirkan dan menyayangi nya itu.
Beliung mengangguk paham, sepertinya tidak usah diteruskan tentang masalah keluarga mereka bertiga. Cowok rambut biru dongker itu menyenggol lengan Gamma, meminta untuk lanjut. Gamma dan yang lainnya mendengar ucapan Beliung merasa kecewa, dia akhirnya menekan tombol spin, di urutan ke-enam ternyata nama Gamma muncul.
Gamma terdiam, dia menatap teman-teman nya. Ah sial, saatnya memulai siapa cepat dia dapat.
"Gw truth—."
"DARE! UDAH, DARE! UDAH TIGA YANG TRUTH, SISANYA DARE!" Krystal lebih dulu berteriak, dia menatap Gamma dengan tatapan penuh dendam dan senyuman miring. Mereka mulai memikirkan dare apa yang cocok untuk si sok ganteng Gamma ini.
"Bang, jadi Supra selama sehari."
"Ohh iy— yang lain bisa? Jangan jadi si alay, deh."
"Gak bisa, gw mau liat kelakuan lu kalo bersatu sama Supra itu gimana. Yuk bang." Gamma terdiam, dia menggelengkan kepala. Gak akan, dia gak akan mau jadi Supra. Apaan si Supra Supra itu, udah alay, gila, sinting, disuruh jadi dia? Orang ganteng seperti bule ini tidak akan mau menjadi seorang Saneira Supra Cahya Ngalengka.
"Yang gak mau nerima dare, nanti gw cepuin kalo pernah nyolong sempak tetangga sebelah."
"EH KEMBARAN NOPAL, GW GAPLOK PALA LU, YE!"
"Nah, terima apa gw cepuin kalo lu pernah ngintip janda sebelah?" Gamma mengusap wajahnya, baiklah, jadi Supra gak akan menghilangkan citra tampan mu ini.
Ke-enam cowok itu menatap Rimba yang lagi bermain cooking mama, ke-enam nya tertawa jahat membuat Rimba yang fokus dengan HP nya terkejut. Cowok rambut hijau neon itu melirik mereka berenam, dia menatap horor mereka lalu bersiap untuk kabur.
Beliung memeluk Rimba dari belakang, dia menghadang si tua kabur dari ruang tengah. Nova menegang kedua kaki Rimba, dan Voltra bagian memegang kedua tangan Rimba sambil membentuk huruf X.
"WOI?! GW MAU DIAPAIN?!"
"Mau diapain ya? Kan kita sayang sama abang." Beliung mencolek dagu Rimba membuat cowok rambut hijau neon itu berteriak meminta tolong, Blizzard mengambil lakban, dia memotong sedikit lalu melakban mulut Rimba. Krystal bagian tertawa terbahak-bahak, melihat Rimba seperti disekap itu sangat bahagia untuk dirinya.
Gamma tersenyum puas, dia menatap Rimba dan mendekatkan wajahnya tepat di telinga mahasiswa kedokteran itu. "Jadi kalem selama sehari, ya, ganteng. Kita mau liat nih, jiwa gila lu kalo ditahan itu berapa lama ya?"
"HMMPPHHH!!!!!"
"Aduh sayang, jangan berontak. Anak-anak nanti terluka loh~."
'NAJIS MUNGGALADOH! LEPASIN GW, BANGSAT!!!!' — Rimba.
"Terima aja bang, daripada dare nya disuruh colong sempak, emangnya lu mau?" Rimba menggelengkan kepalanya kencang, dia mana mau?! Colong sempak aja kerjaanya si Gamma, kenapa lempar ke Rimba?! Mending juga milih naik kereta yang di mall, itu paling dia mau.
"Terima nasib, Rim. Untung kamu gak dicium sama Gamma."
"HMMPPHHH!!!!"
»»————> 𝑲𝒐𝒔𝒕 𝟑 <————««
Pagi hari ini Rimba sudah berada di RS, seperti biasa, menjaga dan menunggu pasien datang atau membutuhkan bantuan. Tapi ada yang berbeda dari biasanya, wajahnya terlihat sangat manis. Senyumannya, tatapannya, sangat manis. Berbeda dari yang biasanya, kalau dia tidak kena dare, pasti cowok rambut hijau neon itu akan memasang wajah galak.
Teman-teman satu koas nya merasa aneh, banyak sekali perubahan yang terlihat. Bukan, ini bukan Rimba yang sering ngamuk apalagi ceramah dua puluh empat jam, ini pasti setan yang masuk ke dalam tubuh si Rimba.
"Lu yakin itu dia?"
"Lu aja gak yakin, apalagi gw. Chat si koki, suruh ajak deep talk, takut banget kesambet dedemit." Rimba hanya mendengarkan percakapan teman-teman nya, dia tetap tersenyum sambil mengotak-ngatik komputer di IGD. Tidak boleh marah, tidak boleh mengamuk, nanti Gamma balik mode gila, Rimba yang mati.
"Rim, ntar kalo ada pasien, jangan ngamuk." Rimba hanya mengangguk, dia menunggu IGD sambil memakan keripik pisang. Hanya butuh waktu lima menit, ketenangan dia berubah menjadi huru-hara yang seperti biasa selalu Rimba hadapi.
Pasien pertama yang datang ialah cewek, sepertinya usianya lebih tua dari Rimba. Rimba membereskan barang-barang lalu menatap pasien itu, mereka mulai berbincang tentang penyakit apa yang diderita oleh cewek itu.
"Emangnya kamu sakit apa?"
"Nyeri, mual, terus sesak napas terus, dok."
"Loh? Pekerjaan kamu apa emangnya? Kok bisa sakit kayak gitu?"
"Saya mahasiswa... Semester delapan..." Rimba terdiam cukup lama, dia memproses ucapan cewek itu, semester delapan? Semester akhir?
"Minum kopi lagi?" Tepat ucapan Rimba membuat si cewek hanya cengengesan, Rimba menghela napas panjang lalu memberikan masukkan dan juga untuk meminta si mahasiswa itu mengurangi meminum kopi. Beruntung sekali, dia sedang mendapatkan dare, jadilah tidak mengomeli cewek itu.
Setelah cewek itu keluar, datang pasien berikutnya. Rimba melotot sempurna melihat siapa saja yang datang, para remaja berusia lima belas tahun dan enam belas tahun bersama polisi. Ada lima remaja dan beberapa polisi yang Rimba saja tidak sempat menghitung, dia sudah kepalang panik melihat luka para remaja itu.
"RANGGA!! ARES!!! BANTUIN GW DULU, NIH BOCAH HABIS PADA BACOK-BACOKKAN!"
»»————> 𝑲𝒐𝒔𝒕 𝟑 <————««
Rimba menghela napas panjang, dia meminum air putih nya lalu memakan jelly yang baru saja diberikan oleh salah satu dokter. Angin segar di taman begitu nikmat, meskipun panas menyengat, tetap trobos lah.
"Oh lu di sini?" Rimba menoleh ke arah kanan, dia terkekeh kecil melihat Ares—teman nya bersama cewek yang selalu mengirim bekal makan siang. Dia tersenyum kecil melihat cewek itu, tangan kanan nya menepuk pelan kursi taman di sebelahnya, memberi kesempatan untuk duduk di sebelahnya.
"Oh? Mainnya halus amat."
"Ress... Tangan kanan apa kiri?" Ares mengangkat kedua tangan nya, dia mundur perlahan lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Rimba menghela napas kembali, dia tersenyum manis ke arah cewek itu lalu menarik tangan nya supaya duduk di sebelahnya.
"Berdiri mulu, gak capek emangnya?"
"O—oh? Aku cuma... Nganterin bekal kamu, Rim." Rimba terkekeh pelan, dia mengambil tempat kotak makan cewek itu lalu membuka isi nya. Mulutnya bergumam pelan melihat isi bekal tersebut. Lengkap, empat sehat lima sempurna, tangan kanan Rimba mengusap rambut cewek itu, berterima kasih sudah membuatkan bekal untuknya.
"Makasih ya, gak usah repot-repot lagi, gw bisa beli warteg, kok."
"Eh? Gak papa, Rim. Soalnya kan kamu jaga IGD, masa di tinggal pasiennya?"
"Jelmaan kek mereka tuh sebenarnya gak papa tau di tinggal, kelakuan mereka itu tidak bisa diprediksi." Rimba terkekeh kecil, dia memakan bekal cewek itu tak lupa menyuapi cewek itu. Hitung-hitung memberikan beberapa suap nasi, lagipula, cewek itu juga sudah effort ke RS hanya sekedar memberikan bekal makanan.
Masa Rimba gak balas? Kasihan lah, kalau gak balas malah dianggap gak ngerti perasaan cewek.
"Muka mu nekuk gitu, kenapa?" Rimba menoleh ke arah cewek itu, dia hanya tersenyum tipis lalu menggelengkan kepala nya pelan. Memberitahu bahwa keadaan dia baik-baik saja. Sebenarnya isi kepala nya sudah berisik, kapan dare kampret ini kelar? Dia gak betah!
"Rimba? Jangan bengong."
"Hah? Oh, maaf, Bulan. Udah mau jam satu, gw anterin ke depan, ya?" Bulan— cewek itu menggelengkan kepala nya, dia sebenarnya tidak mau, tetapi Rimba menarik tangan nya tak lupa merapihkan alat makan dan kembali memasukkan ke dalam tas bekal. Mereka berdua saling berlomba berlari supaya Bulan tidak tertinggal angkutan umum.
Mereka berdua mengatur napas, mencoba untuk tenang. Tepat sekali, Transjakarta lewat, Bulan hanya melambaikan tangan dan Rimba kembali mengacak-acak rambut nya. "Naik gih, keburu kabur lagi."
Bulan hanya mengangguk pelan, dia masuk ke dalam Transjakarta dan busway melaju cepat meninggalkan halte. Rimba tersenyum lebar, dia bergumam senang lalu kembali berlari menuju RS. Setidaknya ketemu crush udah, sisa nya tinggal gebuk anak-anak kost.
1. (Kalian semua jahat).
Komentar
Posting Komentar